Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Laporan KontraS

Laporan KontraS Ungkap Lonjakan Kasus Penyiksaan dan Krisis Penegakan Hukum di Indonesia



Berita Baru, JakartaLaporan Situasi Penyiksaan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia di Indonesia yang dipublikasikan pada 26 Juni 2024 mengungkapkan adanya 60 peristiwa penyiksaan yang melibatkan 92 korban, termasuk 14 anak di bawah umur. Laporan tersebut disusun oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan menunjukkan bahwa Kepolisian Indonesia menempati posisi teratas dengan 40 kasus penyiksaan, diikuti oleh TNI dengan 14 kasus dan sipir penjara dengan 6 kasus.

“Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, menunjukkan bahwa komitmen Indonesia terhadap penghapusan penyiksaan masih sangat minim,” ungkap KontraS dalam Siaran Persnya yang terbit pada Senin (12/8/2024). Peristiwa ini mencerminkan pelanggaran nyata terhadap hak konstitusional warga negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 28I UUD 1945 dan berbagai perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia.

Penyiksaan dalam tubuh institusi keamanan di Indonesia masih sangat kental. KontraS melaporkan bahwa antara Mei dan Agustus 2024, mereka mendampingi tiga kasus penyiksaan serius: dugaan penyiksaan hingga kematian terhadap Afif Maulana di Padang, penyiksaan oleh anggota TNI yang mengakibatkan kematian Mikael H. Sitanggang di Medan, dan penyiksaan oleh aparat Kepolisian terhadap I Wayan Suparta di Klungkung, Bali. “Penyiksaan dilakukan sebagai bentuk penghukuman dan untuk mengejar pengakuan dari korban, meskipun hal ini sudah dilarang secara tegas dalam sistem hukum Indonesia,” jelas KontraS.

Pemantauan KontraS juga mencatat sembilan peristiwa penyiksaan dari Juni hingga Agustus 2024, yang mengakibatkan 29 orang terluka dan satu tewas. Dari jumlah tersebut, 15 korban adalah anak-anak. “Rata-rata, setidaknya 10 orang menjadi korban penyiksaan setiap bulannya dalam rentang waktu tersebut. Ini menunjukkan adanya normalisasi kekerasan oleh aparat,” tambahnya.

Fenomena ini memunculkan urgensi untuk reformasi sektor keamanan di Indonesia. KontraS mengidentifikasi adanya krisis serius dalam penegakan hukum, di mana kekerasan telah menjadi bagian dari kultur institusi keamanan. “Pemerintah perlu melakukan reformasi menyeluruh, termasuk pengawasan dan akuntabilitas terhadap aparat penegak hukum, perlindungan komprehensif bagi korban, serta perubahan paradigma dari pendekatan keamanan berbasis kekerasan menjadi pendekatan berbasis HAM,” tegas KontraS

KontraS juga merekomendasikan ratifikasi menyeluruh terhadap Perjanjian Internasional terkait penyiksaan, khususnya Optional Protocol to the Convention against Torture and other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (OPCAT). Dengan adanya langkah-langkah ini, diharapkan penegakan hukum di Indonesia dapat lebih manusiawi dan sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional.