Pesantren Kaliopak Buka Progam Institut Akhir Pekan Islam Berkebudayaan
Berita Baru, Yogyakarta – Menyambut Halaqah Fiqih Peradaban Satu Abad NU, Pondok Pesantren Budaya Kaliopak Bantul Yogyakarta membuka progam kelas Institut Akhir Pekan Islam berkebudayaan, Sabtu (08/10/2022).
Progam yang diperuntukan untuk menyiapkan anak muda NU yang mempunyai wawasan intelektual yang mandiri serta mempunyai akar pada pengetahuan Nusantara ini, rencananya akan di lakukan rutin setiap hari Sabtu selama tiga bulan.
Selama ini Pondok Pesantren Budaya Kaliopak memang di kenal sebagai pondok pesantren yang unik dan alternatif. Tidak hanya aktifitas seni dan budaya, Pondok Pesantren Kaliopak juga menjadi laboratorium pengetahuan bagi anak muda terutama mahasiswa yang ada di Yogyakarta. Dari hal itulah progam baru Institut Akhir Pekan Islam Berkebudayaan, ingin mewadahi pergulatan intelektual anak muda untuk mencari jawaban-jawaban atas problem social masyarakat yang ada hari ini.
Progam ini sendiri akan mengambil tema besar, “Fikih Siyasah, Budaya Nusantara dan Problem Tatanan Dunia”. Tema ini di ambil, sebagai upaya melihat bagaimana bangun tatanegara kita hari ini sebagai pondasi kita berbangsa dan bernegara di lihat dari prespektif Islam Berkebudayaan. Tidak hanya itu, problem tatanan dunia juga menjadi perhatian khusus yang tampaknya sebagai upaya untuk memetakan posisi kita sebagai bangsa harus mengarungi pergolakan geopolitik ke depannya.
KH. M. Jadul Maula selaku pengasuh pesantren kaliopak dalam sambutannya menjelaskan, program ini dirancang untuk anak muda dalam menyongsong halaqah fikih peradaban, melalui topik kajian tematik seputar pembacaan terhadap Islam Indonesia dengan memunculkan satu perspektif yang di dasarkan pada budaya nusantara untuk menjawab tantangan persoalan-persoalan yang terjadi hari ini.
“Institut Akhir Pekan ini menjadi program untuk menyiapkan generasi muda dalam mendiskusikan topik-topik secara runtut yang nantinya akan menjembatani pada pemahaman tema besar Fikih Peradaban. Dimulai dari mengkaji sejarah awal pembentukan negara melalui politik Islam dalam sidang konstituante, sampai tantangan dunia hari ini dan di masa mendatang. Kita bisa dibilang mensyarahi fikih peradaban yang dicanangkan PBNU.”
“Selanjutnya, tujuan jangka panjang dari program ini adalah membangun komunitas belajar yang menjadi jaringan generasi muda, memperbincangkan dan lebih jauh mampu membuat gerakan kolektif di tengah krisis menghadapi problem hiperrealitas digital hari ini,” Tegas Kiai Jadul Maula yang juga ketua LESBUMI PBNU.
Program ini, diikuti sebanyak 36 anak muda dengan latar belakang keilmuan berbeda-beda. Para peserta telah melalui proses seleksi untuk mengikuti program ini. Para peserta sendiri terjaring dari beberapa kampus di Yogyakarta dan sekitarnya, seperti Wonosobo dan Ponorogo. Tidak seperti biasanya desain program ini rencananya akan seperti kelas dalam kuliah, yang lebih menekankan partisipasi aktif, yang kemudian di dorong untuk mengeksplorasi materi sejauh mungkin.
Luqman Hakim sebagai ketua pelaksana berharap program ini mampu menjadi wadah belajar bersama secara dialektis di kalangan pemuda.
“Harapannya tentu saja dengan peserta yang punya latar belakang berbeda, program ini dapat memantik diskusi serius di antara mereka untuk menapaki kematangan intelektual dan spiritual yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah di kemudian hari.” Pungkasnya.
Setelah acara pembukaan Intitut Akhir pekan Islam Berkebudayaan, acara kemudian dilanjut dengan kuliah pekan pertama yang di isi oleh KH. Abdul Mu’nim DZ yang membawakan materi Politik Islam Dalam Sidang Konstituante. Dalam materi ini KH. Mu’nim menjelaskan bahwa anak muda hari ini jangan hanya terjebak pada isu-isu sektoral yang tidak produktif. Menurutnya bahwa kita harus mampu melihat persoalan bangsa yang terjadi hari ini secara konstruktif. Maka dari itu penting kiranya, memahami kembali bagaimana politik Islam di masa awal kemerdekaan.
Lebih jauh, KH. Jadul berharap dimulainya Institut Akhir Pekan yang bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, juga menjadi satu niat baik untuk turut serta mewujudkan tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia, mempelajari dan mengkajinya kembali supaya tidak menyia-nyiakan apa yang sudah diperjuangkan oleh para leluhur, dan para syuhada sebelumnya.
(Elviana Feby, Santriwati Pondok Pesantren Budaya Kaliopak)