5 Argumen Lingkar Madani Tolak Usulan Penundaan Pemilu 2024
Berita Baru, Jakarta – Pengamat politik dan sekaligus pendiri Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti dengan tegas mengatakan bahwa pihaknya menolak pengunduran Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Pernyataan itu ia sampaikan guna merespons wacana penundaan Pemilu 2024 yang disampaikan beberapa ketua umum partai politik bekangan ini.
Menurut Ray, usulan penundaan jadwal Pemilu 2024 dapat dibantah menggunakan 5 argumen. Pertama, secara filosofis, kepastian regulasi pemilu yang mapan merupakan salah satu syarat utama negara demokratis.
“Pergantian kepemimpinan bukan saja bertujuan memastikan adanya kekuasaan yang dibatasi dan tidak absolut tetapi juga memastikan adanya kesempatan yang sama bagi warga untuk berpartisipasi serta sirkulasi politik,” katanya kepada Beritabaru.co, Selasa (1/3).
Alasan kedua, usulan penundaan pemilu melanggar konstitusi yang sudah ada disepakati sesuai Undang-Undang 1945.
“Jabatan presiden dibatasi hanya 2 periode dengan rentang 5 tahun masa jabatan tiap periode. Jika ingin mengubah pasal ini harus melalui amandemen,” ujarnya.
Namun ia mempertanyakan apa yang akan diubah. Apakah durasi masa jabatan presiden, atau presiden dengan legislatif, atau kewenangan menetapkan jadwal pemilu, dan sebagainya.
“Tawaran Prof Yusril untuk memasukan unsur bencana alam sebagai alat memundurkan jadwal pemilu dapat berakibat panjang bagi kepastian masa jabatan presiden,” katanya.
“Mengembalikan kewenangan MPR untuk menetapkan perpanjangan masa jabatan presiden karena faktor alam menimbulkan konsekuensi tentang status presiden,” tambah Ray.
Argumen yang ketiga adalah mengenai teknis. Menurut Ray, jika yang dimundurkan jadwal pilpres/pileg, bagaimana dengan pilkada serentak yang dijadwalkan November di tahun yang sama. Akankah tetap dilaksanakan atau juga ikut dimundurkan.
“Jika tetap dilaksanakan maka argumen bencana alam dan dana dengan sendirinya terbantahkan. Juga melanggar putusan Mahkamah Konstitusi tentang keharusan keserentakan pelaksanaan pemilu/pilkada,” jelasnya.
ia pun mengungkap, jika dimundurkan akan banyak daerah yang dipastikan akan dipimpin oleh pejabat daerah. Bahkan hampir seluruh daerah di Indonesia akan dipimpin oleh penjabat dalam setidaknya 2 tahun, bahkan ada yang sampai 4 tahun.
“Sulit membayangkan hampir seluruh daerah di Indonesia dipimpin oleh seorang pejabat daerah,” jelas Ray.
Selain mencari pejabat yang harus mengisi jabatan itu, lanjutnya, daerah yang dipimpin oleh penjabat selama 4 tahun jelas akan sulit berkembang. “DKI Jakarta misalnya akan dipimpin oleh penjabat selama 4 tahun itu tentu sangat tidak rasional,” imbuhnya.
Keempat, adalah alasan faktual. Roy mengatakan, usulan penundaan karena faktor COVID-19 dan besarnya dana yang akan dikeluarkan oleh negara dalam hajatan pemilu terbantahkan oleh kejadian faktual.
Ia menyinggung, pada tahun 2020 Indonesia mampu melaksanakan pilkada serentak di 270 daerah di Indonesia (lebih dari setengah jumlah daerah di Indonesia) justru saat pandemi COVID 19 sedang menuju puncaknya dengan varian yang cukup ganas yaitu varian alpha.
“Saat yang sama, perekonomian Indonesia juga mengalami stagnasi jika tidak disebut kemunduran. Pilkada justru dinyatakan salah satu jawaban atas dua hal itu,” teranganya.
Roy justru melihat keanehan jika alasan COVID-19 dan besarnya biasa jadi alasan usulan penundaan pemilu.
“Tentu saja aneh, satu faktor yang sama jadi sebab untuk dua tindakan yang saling tabrakan. Dua alasan di atas lebih tidak tepat secara faktual,” katanya.
Kelima, Ray menyebut penundaan pemilu terbantah berdasar pendapat rakyat Indonesia, karena mayoritas pemilih di Indonesia menolak ide 3 periode jabatan presiden. Penolakan yang sama dinyatakan oleh pemilih terhadap ide perpanjangan masa jabatan presiden.
“Dengan 5 argumen bantahan atas argumen pro penundaan jadwal Pemilu 2024, Lima Indonesia menyatakan menolak pengunduran jadwal pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden,” tegas Roy.
Lebih Roy menyampai, bagi parpol atau warga yang tidak siap untuk ikut jadwal pemilu/pilkada 2024 tentu dapat mempergunakan hak konstitusional menyatakan tidak akan ikut serta dalam perhelatan pemilu/pilkada 2024.
“Menyatakan mundur atau tidak mempergunakan hak pilih dan dipilih adalah hak yang dijamin oleh konstitusi,” katanya.
Sementara bagi yang setuju dengan jadwal Pemilu/Pilkada 2024, ia mengajak untuk bersama-sama menyongsong dengan semangat membangun dan menjaga demokrasi.
“Dengan mengikuti ketentuan yang ada, menolak politik uang dan politik identitas. Memastikan Pemilu/Pilkada 2024 aman, menyenangkan, terbuka, partisipatif, cerdas dan rasional,” tukasnya.