Puisi-puisi Galeh Pramudianto: O o ya o ya o ya Wong Kar
O o ya o ya o ya Wong Kar
—setelah montase
I
apa kamu suka nanas?
kamu bisa memulai baris ini
dengan pertanyaan apa saja
bahkan seperti ini:
mengapa handuk itu terus menangis?
padahal telah lama dijemur
atau
mengapa kamu bertanya padaku?
sementara puisi ini adalah milikmu
aku tahu kita semua pernah
berada pada kutub ragu, buram
dan di jalan persimpangan
hanya belakang punggung
dan sesekali wajah canggung
termenung = terkungkung
adalah hari biasa melankoli
II
perempuan dengan setelan congsam
dan lelaki dengan seragam
saling memandang dari kejauhan
hanya senandung pada angin
dan tak harus dilengkapi dengan ingin
hanya senandung pada angin
berbisik pada pepohonan
mimikri dan romantisme sepi
ditanamkannya rahasia pada cermin
pada dinding-dinding
mereka memandangi masa lalu
dan hanya memandang
tanpa berharap menyandang
tak ada baris ini:
yang seharusnya
menjadi milik kita
karena telah/lelah = berjuang
tak ada
cukup bising dalam pikiran masing-masing
dan tak hendak berteriak
sebab validasi atau distorsi
angkor wat, midnight express, gedung neon
tak hendak menjadi kartu pos dan salon
mereka menelusuk lembut ke kulit
menuliskannya di telapak tangan
dan keringat jatuh di sela-sela jari
sampai kata sandi terdengar lirih:
10.000 tahun dan nanas di kaleng itu
belum kadaluarsa juga.
lalu dari semua sisa itu
mereka tiupkan napas sepi
pada lubang-lubang di pohon
lalu pulang tanpa perlu memohon.
Teks dari Sinefil
Kan aku baru pulang dari [………………..]* ya,
lalu saat tiba di [….…………..]* dan buka pintu
aneh banget rasanya.
‘Oh aku tinggal di dunia ini, ternyata’
Mana sepi sekali. Tiba-tiba sedih sendiri.
Supaya tidak sepi dan sendiri lagi
maka aku buka aplikasi [………………..]*
jadi nggak gabut
karena aku emang nggak digaji
tapi tetap ngaji sesekali
aku ketiduran pas scroll timeline
[suara gedebug di dapur]
ah, itu paling cathy kelaparan
aku jadi terbangun
02.30 pagi
dan menangis lagi
aku putuskan untuk tarik selimut lebih cepat
agar lekas minggat semua khianat
terdengar notifikasi dari [………………..]*
dan kolom komentar mulai ramai
-damage-nya bukan kaleng sarden
– not my cup of tea
aku jadi terbangun lagi
-yeah, same energy.
*catatan: jika mau melengkapi silakan isi sebuah kata, kalau tidak mau juga tidak apa apa.
Mouly
Mouly kau tak selalu sendiri
seperti lirik pop di mixtape itu
Mouly, aku pikir kau berjumpa dengan Raymond Carver dulu
sebelum kau menulis kisah cinta sepasang ganjil itu
Mouly, sebelum jumpa Marlina
dan memenggal semua derita
aku tahu kau butuh melanjutkan babak
yang masih tertulis di semesta fiksimu itu
Mouly, sampai sini dulu
aku mau ganti playlist
dan memanggilmu di udara
seumpama Anna-Molly
Anna-Mouly.
Dwita Cronenberg
apakah kegembiraan harus diwakilkan dengan gulali
pelangi, cokelat lalu biji bunga matahari?
apakah kegembiraan tidak bisa diwakilkan dengan darah
dan potongan tubuh yang baru terlindas kereta?
tapi itu hanya frame fantasi
dalam rana sinematografi
apakah kesedihan hanya bisa diwakilkan dengan air mata?
apakah kesedihan tidak bisa diwakilkan dengan bidadari
sungai bening di surga
serta buah-buahan yang abadi?
apakah tafsiran-tafsiran itu telah dikonstruksi
dan aku tak bisa bebas menggambar lagi?
Slamet Kubrick
—setelah montase II
I
2001 kau katakan 2001
dengan nafas tertahan
simpanse saling bergurau di awal adegan
dongeng angkasa dan kecerdasan buatan
telah menjadi patron bagi semua lapisan
terlebih nolan dan kawan-kawan
II
[ketukan pintu dari luar rumah
teriakan minta tolong dari orang asing]
[mengalun beethoven’s ninth]
burgess telah mengizinkan kau
untuk memilih di a clockwork orange:
empat belas tahun penjara
atau dua minggu menjadi budak mesin
[di kursi roda terjebak pada layar
dengan terikat = mata terus terbelalak]
airmata tak pernah murah
lalu setelahnya menghirup udara
yang tak segar-segar amat
seorang tak dikenal menelponmu
dan menawarkan maut
hingga sekeluarga kau kalut
stephen king memakimu dalam the shining
peduli tuhan
pada sebuah amaran kau tetap glowing
seseorang tak bisa berpaling
III
kau telah selamat mendarat
dari Apollo 11 dan konspirasi
telah menjadi kelinci abadi
mengorbankan diri
dengan terjun ke bulan pucat pasi.
Jujur Jon-Hoo
—setelah montase III
ia tak berbohong
kalau menjadi guru, supir dan pembantu
adalah cara untuk masuk ke dalam pikiranmu
ia tak berbohong
kalau menciptakan monster dan hewan baru
adalah cara untuk menyelamatkan dunia
dari kejemuan dan kepunahan
ia tak berbohong
kalau ada pipi habis ditampar
maka ia tak ragu menawarkan sebelahnya
untuk merasakan hal yang sama
ia berkata dan dunia memahaminya
siapa saja menginginkan
kerah putih pun biru,
telah duluan ia serahkan
jubah dan nyeri bahasa padamu
pada dinding di kelas dan luruhnya tapal batas.
Adalah seorang pembaca, penonton, pengajar dan penggagas penakota.id. Bukunya Asteroid dari Namamu (2019). Bisa ditemui di linktr.ee/galehpramudianto