Kematian Bangsacara Dan Ragapadmi | Puisi-Puisi Royyan Julian
Kematian Bangsacara Dan Ragapadmi
Aku bermimpi
langit magenta ditaburi
ribuan toh saga.
“Warna dosa masa lalu,” katamu.
Tetapi kita tak bisa menerka:
Marun menjadi maut
—dan juga anyir yang mengalir
di sepanjang kanal sejarah.
Lalu Bangsapati mengepang
surainya yang bersimbah kematian.
Di hadapan raja dan orang suci
ia membawa sehelai mori
untuk membungkus jenazah tragedi.
2021
Jaka Marsada
Ikan yang kautangkap
adalah ikan kencana
yang kelak menuntunmu
ke bayan abadi.
“Kau bukan iwak telu sirah sanunggal,
bukan nun yang menelan seorang nabi,
juga bukan mukjizat lima ikan di kaca patri.”
Tetapi seluruh ikan
menetas dari nasabmu,
nasab-Mu yang asali.
Maka sebelum fajar memancar
kau rukuk ke kiblat ikan-ikan
yang hendak pulang menuju
kampung halamannya,
kampung halaman-Nya
di keheningan
sujudmu,
sujud-Mu.
2021
Uroboros Syekh Kholil Bangkalani
Ular yang kauserahkan padaku
menelan ekor waktu
dan membuhul bumi
dengan sembilan bintang
yang berpijar dari Gurun Paran.
Ya Jabbar ya Qahhar….
Sang Perkasa dan Memaksa,
kuhidangkan lima sisik ayat-ayat Taha
di piring orang-orang lapar.
Dan binatang itu membisikkan
isim di telinga musim,
“Jadilah baka
seperti asma-Nya.”
Lalu kemarau yang berderak
di tulang-tulang batu menjadi hijau.
Sehijau nama-Mu.
2021
Godaan Tanah Rantau
“Mari kembali ke pelukan Eden.”
Sebagaimana dulu.
Sebelum kau terusir
dari utara terpiuh
di empat ribu tahun yang jauh.
Sang syahwat
yang bersurai topas,
bau ambergris,
mengerlingkan mata planet
seperti saat menggoda
tulang iga ayahmu.
Ladang ini
menyemai susuh
dan bengawan itu
mengalirkan empedu.
Rantau pun menjadi
dosa yang tahir.
“Tetapi dosa membasahi
kutukan tanah ini.”
Sejak itu
dosa kedua menggelinding
ke selatan, hari susut,
dan arah yang memunggungi
kuburan ibumu.
2021
One Night Stand Bersama Dempo Abang
Kau datang dituntun
zodiak Oktober yang panas
dan sebuah panggilan yang mendidih.
Di antara kabut asap bar itu,
ia memberimu tatapan old fashion lover boy,
ratatata, dan demam sementara.
“Mobilku akan menerbangkan kita
ke atas nebula, ke jejak supernova.”
Bulan jatuh di gelas bloody mary.
“Apakah kita berbuat dosa?” tanyamu.
Dosa hanya singgah
dalam hati sepasang malaikat kesepian
di kota yang akan menjadi arang.
Malam berhenti berderit.
Kauhimpun seluruh bekas pelukan,
ciuman yang terburu-buru,
sentuhan kasar,
dan berharap tak ada yang tersisa.
Cintanya memang takkan pernah kalis,
tetapi ia tahu kau bahagia.
2021
Royyan Julian adalah penulis buku puisi Biografi Tubuh Nabi (Basabasi, 2017).