Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

SHINee
SHINee, salah satu grup legendaris K-Pop dari generasi kedua (Instagram @shinee)

Bagi Penggemar K-Pop, Idola Mereka Bukan Sekadar Penyanyi yang Bersolek



Berita Baru, Entertainment – Meski gelombang hallyu kian tak terbendung, menjamah setiap pendengar musik di Bumi ini, namun penggemar K-Pop tak akan lupa stigma buruk yang mereka terima, mungkin sampai saat ini.

K-Popers, ingatkah kalian. Sebelum K-Pop meledak seperti sekarang, penggemar oppa Korea sering dicap sebagai sekelompok manusia halu alias penuh khayalan. Mengidolakan boyband Korea dianggap tak punya kerjaan. Membeli merchandise mereka adalah kesia-siaan, buang uang, nggak guna.

Netizen kerap berhenti pada opini seperti, “Menggilai orang-orang yang operasi plastik? Idih!”

Tapi faktanya, jauh lebih substansial. Setidaknya itu yang saya temui dari tiga teman saya, penggemar K-Pop sejak generasi kedua, sampai sekarang.

Menemui Penggemar K-Pop

Saya menemukan cerita-cerita menyentuh setiap kali bertanya pada penggemar K-Pop, bagaimana pertama kali kamu mengenal K-Pop, atau apa yang membuatmu menggemari si dia?

Ada tiga jawaban serupa yang saya terima. Kurang lebih mereka mengatakan, K-Pop menyembuhkan mereka. Kok bisa?

Jika kamu berpikir mereka menggemari Oppa karena tampang, salah besar. Mereka jatuh cinta karena merasa punya koneksi, kesamaan rasa. Bagi mereka, Oppa seolah refleksi dan kekuatan untuk tetap bertahan menghadapi ketidakenakan yang mereka alami.

Kang Daniel K-Pop
Kang Daniel dalam cover majalah Rolling Stone Korea. Jebolan program Produce 101 ini kini telah debut solo dan mendirikan agensinya sendiri, Konnect Entertainment (Instagram @daniel.k.here)

Seorang penggemar WANNA ONE, sebut saja Nisa, menyukai Kang Daniel karena oppa-nya itu selalu mengingatkan untuk tetap tersenyum. “Kalau menyapa penggemar, mereka selalu bilang, tetap semangat, jaga kesehatan. Menyenangkan sekali kata-kata itu, kata-kata yang nggak sering aku dapat dari orang-orang lain,” ujarnya.

Nisa mengenal Kang Daniel saat idolanya itu mengikuti acara Produce 101. Nisa, kala itu, tengah mati-matian pula mengerjakan tesis. “Harus kukatakan, lebih sering hariku terasa seperti di neraka. Pertemanan hanya dihitung dari untung-rugi. Perjuangan menyelesaikan tesis pun jadi makin melelahkan,” kisahnya.

Sampai suatu ketika, ia menonton acara tersebut dan terhibur dengan wajah manis Daniel. Tapi tidak hanya itu, karena yang membuat Nisa tersentuh adalah menyaksikan perjuangan Daniel di ajang tersebut. Usaha Daniel untuk survive menginspirasi Nisa untuk menyelesaikan tesisnya.

“Aku tetap harus maju terus sebagaimana Daniel terus maju. Siapa sangka, justru gara-gara dia akhirnya aku mengerjakan tesis hingga selesai?” ungkap Nisa.

Diselematkan K-Pop

Cerita lain dialami oleh Dewi, yang mengenal K-Pop sejak SMP. Ia pernah tertimpa masalah di sekolah, dan sejak itu nyaris tak punya teman. Di saat yang sama, ia juga sedang sakit, dihantam problem ekonomi, dan patah hati. “I literally have nobody. Delapan jam di sekolah berasa di neraka. Ruang sekolah yang luas mendadak sempit,” ceritanya.

Hingga suatu ketika, ia mengenal SHINee, grup yang digawangi mendiang Jonghyun, Minho, Taemin, Key, dan Onew. Suara dan lagu, juga kelakuan para member itu menghibur Dewi. Selama seminggu, ia mendengarkan lagu-lagu SHINee untuk pertama kali.

K-Pop SHINEE
Grup legendaris generasi kedua yang menjadi bagian dari masa tumbuhnya penggemar K-Pop (Instagram @shinee)

“Dan aku berasa punya teman. Pas di sekolah, di kantin, tinggal pasang headset MP3, mood jadi enak meskipun nggak ada yang nemenin pas istirahat,” kata Dewi. Ia juga menelusuri video-video reality show grup tersebut dan semakin terhibur. Sejak mengenal K-Pop, Dewi merasa dunia sudah ‘lebih longgar lagi.’

Kisah serupa dialami Vero, penggemar SHINee sejak zaman baheula. Ia bertemu dengan boyband itu saat duduk di bangku sekolah. “SMA itu masa-masa terburuk aku,” ujarnya.

Vero menjadi korban perundungan hingga pernah tak punya teman di sekolah. “Parah banget lah kalau diinget-inget,” katanya. Vero sampai pada titik tak mau lagi berurusan dengan dunia. Ia depresi, dan tak punya tempat bercerita.

Suatu ketika, Vero mendengar suara mendiang Jonghyun pertama kalinya, dan entah bagaimana mendapat energi dari lagu-lagu mereka. Pertemuannya dengan K-Pop, terutama lewat suara Jonghyun-lah yang mampu memberi semangat untuk tidak menyerah pada hidup.

Ironi Idola K-Pop

Kabar kematian Jonghyun sempat menjungkirbalikkan kehidupan Vero. Ia tahu, idolanya itu memang mengalami depresi. “Dia selalu bilang capek, dia tertekan, tapi dia selalu dapat semangat lagi dari mama sama noona-nya, atau dari SHINee, dari fans,” katanya. Vero masih tak menyangka idola yang selalu menyemangatinya itu sudah tiada.

Para penggemar K-Pop ini menyadari, idolanya tidak sukses dengan sekali jadi. Mereka melewati rintangan, seperti rasa lelah menumpuk akibat latihan tanpa henti, rindu pada keluarga, setumpuk aturan dari agensi untuk harus begini dan begitu, tidak boleh ini dan itu. Belum lagi, masalah internal dengan diri sendiri.

Ini menjadikan idol K-Pop rentan stres. Mereka mempertaruhkan masa depan pada nasib yang tak pasti. Sudah menjadi trainee, masih kudu panjang sabar menunggu debut. Khatam training dan debut pun, mereka masih harus menghadapi jalan panjang-berliku, diantaranya ketikan jari Netizen.

Dari bentuk badan sampai sopan santun tak luput dari mata publik. HIngga kini, sejumlah selebriti mengambil langkah hukum untuk menindak fitnah dan ujaran kebencian dari Netizen.

“Mereka tantangan hidupnya berat, tapi mereka tetep tersenyum,” kata Dewi.

Kepergian Jonghyun disusul Sulli dan Go Ara harusnya jadi tamparan keras bagi industri hiburan Korea. Agensi sebesar SM Entertainment pun dituntut harus terus mencukupi kebutuhan kesehatan mental artis-artisnya.

Baik Nisa, Dewi, maupun Vero merasa tergugah untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Idola mereka mengajarkan untuk tidak memberikan komentar-komentar yang tidak membangun kepada orang lain, sebagaimana hater yang hanya bermulut jahat.

Namun di sisi lain, idola mereka tetap manusia yang rentan mengalami kesedihan dan kesulitan, bahkan pada titik tertentu memilih mengakhiri hidup. Padahal, mereka telah menjadi alasan bagi penggemarnya untuk bertahan hidup.

Apapun terjadi, K-Pop bukan hanya penyemangat tapi juga penyelamat bagi penggemar. Suntikan semangat itu kadang bukan didapati dari manusia-manusia ‘nyata’ di dekat kita. Juga sayangnya, bukan dari ritual-ritual agamis.

Mari tutup tulisan ini dengan lagu berikut: