Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ekonom Senior INDEF dan Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini dalam DISKUSI PUBLIK INDEF ”Kabinet Rasa Politik atau Profesional? Menagih Arsitektur Kelembagaan Efektif” pada Rabu (1/5/2024)
Ekonom Senior INDEF dan Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini dalam DISKUSI PUBLIK INDEF ”Kabinet Rasa Politik atau Profesional? Menagih Arsitektur Kelembagaan Efektif” pada Rabu (1/5/2024)

Didik J. Rachbini Ingatkan Ancaman Perilaku Budget Maximizer dalam Kabinet



Berita Baru, Jakarta – Diskusi publik yang digelar oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada Rabu, 1 Mei 2024, menyoroti pertanyaan apakah Kabinet Indonesia cenderung menjadi “Kabinet Rasa Politik” atau “Profesional”.

Ekonom Senior INDEF dan Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, menyoroti perilaku politik yang terjebak dalam konsep budget maximizer.

“Perilaku budget maximizer akan terjadi pada situasi politik Indonesia yang mengalami backsliding democracy akut,” ujar Didik.

Menurutnya, dalam kondisi politik yang tidak sehat, akan muncul berbagai masalah seperti kesenjangan ekonomi dan kemiskinan.

Didik menekankan bahwa jika koalisi kekuasaan kembali mendominasi parlemen, maka situasi politik tidak akan sehat. “Akan kembali muncul politisi demagog, yang mementingkan dirinya sendiri,” tambahnya. Bahkan, menurutnya, menteri-menteri dari partai politik cenderung akan menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.

Sementara itu, salah satu narasumber, Ekonom dan Peneliti Center of Food, Imaduddin Abdullah, menyoroti beberapa indikator ekonomi Indonesia yang masih tertinggal dibanding negara lain.

“Beberapa indikator ekonomi Indonesia masih tertinggal dibanding negara lain, misalnya segi produktivitas dari nilai tambah dibagi pekerja Indonesia masih tertinggal di bawah negara lain seperti Malaysia,” katanya.

Menurut Imaduddin, Indonesia juga masih memiliki tantangan dalam meningkatkan daya saing sektor manufaktur. “Daya saing sektor manufaktur juga rendah, dengan indikator Review Component Advantage (RCA). Pada tahun 2000 Indonesia masih selevel dengan Vietnam tapi RCA Indonesia ternyata masih di bawah 1 yang berarti daya saing ekspor terbilang rendah.”

Imaduddin juga menggarisbawahi pentingnya respon pemerintah yang kuat dalam membangun ekonomi. “China sukses karena mempunyai pre kondisi yang kuat, dan memiliki respon pemerintah yang juga kuat. India yang juga punya pre kondisi kuat tapi tidak memiliki respon pemerintah yang kuat pada akhirnya kehilangan peluang tersebut.”