Nilai-Nilai Kesantrian Harus Menjadi Sikap dan Perilaku
Sumenep, Berita Baru – Salah satu hari istimewa bagi umat muslim di Indonesia adalah hari santri, yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober. Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) tahun ini mengambil tema menyambung juang merengkuh masa depan.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) M. Muhri mengatakan, hari santri merupakan penghormatan tertinggi dari negara kepada para syuhada, dan para santri yang mengorbankan harta dan nyawa untuk memerdekan bangsa Indonesia dari kolonialisme.
“Kita tahu, asal-usul HSN ini dari fatwa atau resolusi jihad hadratus syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari tanggal 22 Oktober 1945. Beliau mengumpulkan ulama se-Jawa dan Madura karena situasi negara waktu itu sangat genting. Kemudian lahirlah resolusi jihad,” kata dia kepada media ini, Selasa (22/10/2024).
Resolusi jihad yang digaungkan oleh ulama pendiri Nahdlatul Ulama itu menjadi faktor gerakan santri melawan penjajah. Khususnya di kawasan Surabaya dan sekitarnya. Baik mekalui Laskar Hizbullah, dan Laskar Fi Sabilillah.
“Dari fatwa itu, kemudian semangat juang berkobar. Sehingga bangsa ini bisa merdeka,” jelasnya.
Mantan Ketua Pengurus Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sumenep itu melanjutkan, kala itu, hadratus syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari memerintahkan KH. Abbas Buntet, KH. As’ad Syamsul Arifin dan para kiai yang lain dari berbagai daerah untuk mengomandani langsung peperangan melawan penjajah. Artinya, kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia merupakan peran dan kontribusi dari ulama dan santri.
“Saya menyimpulkan kemudian, bahwa tanpa peran para ulama dan para santri, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak akan ada,” tegasnya.
Namun, Muhri menyampaikan, bahwa HSN tidak hanya identik dengan memakai peci dan sarung. Yang terpenting, adalah bagaimana menanamkan nilai-nilai dan jiwa kesantrian sebagai pola, sikap dan perilaku sehari-hari. Mulai dari kesederhanaan, menjunjung tinggi keadilan, kejujuran, moderat, toleran, dan lain sebagainya.
“Sehingga nilai-nilai kesantrian itu tidak hanya menjadi wacana dalam ruang-ruang diskusi, seminar dan lainnya, tapi yang terpenting adalah menjadi sikap dan perilaku,” pungkasnya.