Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

RDP
RDP Konflik Polongbangkeng Takalar Vs PTPN Ungkap Fakta Perampasan dan Habisnya HGU Perusahaan

RDP Takalar Desak Penegakan Kasus Hukum Perampasan Lahan Petani oleh PTPN I



Berita Baru, Makassar – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh Pemerintah Daerah Takalar pada Kamis (5/9/2024), berhasil mengungkap fakta perampasan lahan yang dialami oleh Petani Polongbangkeng Takalar dalam konflik dengan PTPN I Regional 8. RDP ini dihadiri oleh perwakilan petani yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT), serta beberapa pejabat daerah.

Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Kantor Bupati Takalar, sejumlah petani memberikan kesaksian tentang sejarah perampasan lahan oleh perusahaan. Dg Genda, salah satu petani, mengisahkan pengalaman pahitnya saat lahan miliknya diambil paksa. “Tanahku diambil paksa, ditodong senjata saat dipaksa menandatangani surat. Saya juga dikatai PKI,” ujarnya dalam sebuah siaran pers yang diterbitkan oleh LBH Makassar pada Kamis (12/9/2024).

Kesaksian serupa juga diungkapkan oleh Dg Toro, mantan Kepala Dusun Ko’mara, yang menilai proses pembebasan lahan oleh PTPN I tidak sah dan cacat hukum. “Mandat Permendagri Nomor 15 Tahun 1975 mengatakan dalam proses pembebasan lahan harus ada musyawarah dengan pemilik hak atas tanah. Karena tidak dilakukan musyawarah, pembebasan ini tidak sah,” tegasnya.

Sejak berakhirnya Hak Guna Usaha (HGU) PTPN I pada 9 Juli 2024, perusahaan masih terus melakukan pengelolaan lahan secara aktif. Dg Rampu, salah satu petani, mengungkapkan bahwa meskipun HGU telah habis, aktivitas perusahaan tetap berjalan dengan pengawalan ketat aparat keamanan. “Bahkan saat pembebasan lahan dulu, bapakku ditahan tanpa alasan jelas karena tidak mau menyerahkan tanah,” kata Dg Rampu.

Selama empat dekade, petani di Polongbangkeng Takalar merasakan dampak buruk akibat penguasaan lahan oleh PTPN I. Dg Sibali, salah satu petani lainnya, mengungkapkan betapa sulitnya mencari nafkah setelah lahan mereka dikuasai. “Karena tidak ada tanah yang bisa diolah, saya terpaksa jadi buruh bangunan,” ujarnya.

Pada RDP tersebut, Kepala Kantor Pertanahan ATR/BPN Takalar menyampaikan bahwa seluruh HGU PTPN di Takalar telah berakhir. “Ketika HGU berakhir, tanah tersebut menjadi Tanah Negara, artinya PTPN tidak memiliki hak lagi untuk mengelola lahan tersebut,” tegasnya.

Hasbi Assidiq, pendamping hukum dari YLBHI-LBH Makassar, menyerukan agar pemerintah segera menghentikan aktivitas ilegal PTPN dan melakukan investigasi terkait perampasan lahan yang dilakukan selama proses pembebasan tanah. “Pemerintah mesti membuka fakta perampasan lahan dan memastikan hak-hak petani dilindungi,” kata Hasbi.

Rapat yang berlangsung selama empat jam ini dihadiri oleh PJ Bupati Takalar, perwakilan Dandim, Kapolres, Kejari, serta pihak PTPN I Regional 8. PJ Bupati Takalar berjanji akan menyampaikan sikap resmi dua hari setelah pertemuan, sementara proses penyelesaian konflik akan ditangani melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) oleh ATR/BPN.