Tragedi PLTP Sorik Marapi, Bukti Proyek Energi Terbarukan Panas Bumi Perlu Dievaluasi
Berita Baru, Jakarta – Semburan lumpur panas bercampur gas setinggi 30 meter muncul di proyek Pembangkit Listirik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi Madina, Minggu (24/04). Akibat semburan lumpur yang terletak di Desa Sibanggor Julu, Mandailing Natal, Sumatera Utara itu sebanyak 21 warga harus dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Panyambungan.
Warga yang dilarikan ke rumah sakit mengalami keracunan disebabkan oleh gas Hidrogen Sulfida (H2S) yang muncul bersama semburan lumpur. Kejadian kecelakaan ini bukanlah yang pertama, sebelumnya peritiwa serupa pernah terjadi. Berulang-ulang kecelakaan terjadi, namun pemerintah tak kunjung menghentikan proyek beresiko ini.
Muklis salah satu warga yang tinggal di dekat lokasi proyek PLTP Sorik Marapi, mengatakan bahwa tragedi ini bukan yang pertama. Menurutnya dalam setahun sebelumnya, setidaknya sudah tiga kali peristiwa serupa terjadi dan telah memakan banyak korban dan merugikan masyarakat.
“Aktivitas PLTP Sorik Marapi sudah patut dihentikan. Karena tragedi keracunan massal terus-menerus terulang dan telah merenggut korban jiwa,” kisah Muklis dikutip dari Bisnis.com.
Sementara itu, Bupati Mandailing Natal Jafar Sukhairi Nasution menyayangkan peristiwa kecelakaan yang menyebabkan warganya keracunan. Meski Jafar juga tidak menampik bahwasanya proyek yang dioperatori PT Sorik Marapi Geothermal Power ini sebenarnya bisa memberikan maaf pada daerah.
Menurutnya proyek ini menyerap tenaga kerja lokal dan ada kontribusi ke daerah pembagian bonus produksi yang nilainya mencapai Rp1,9 miliar per tahunnya.
Meski begitu Jafar mendesak pemerintah pusat untuk mengkaji lagi keberadaan proyek tersebut. Pasalnya kecelakaan yang berulang kali terjadi, jika dibiarkan terus menerus akan merugikan masyarakat, sehingga harus dikaji ulang.
“Pemerintah pusat perlu melakukan kajian ulang, apalagi kali ini ada semburan lumpurnya. Dengan melihat kondisi lapangan, penting untuk dilihat bahwa kenyamanan dan keamanan wargalah yang utama. Maka pemerintah pusat harus mengkajinya ulang,” tegas Bupati
Proyek Ambisius Energi Terbarukan
Perlu diketahui bahwa pembangkit PLTP Sorik Marapi Madina ini merupakan proyek energi terbarukan pemerintah. Menurut catatan dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) proyek Sorik Marapi ini ditargetkan memproduksi listrik dengan kapasitas total sebesar 240 MW. Proyek ini merupakan bagian dari program 35.000 MW energi terbarukan.
“Saya sangat mengapresiasi perkembangan yang telah dicapai oleh PT SMGP dalam 4 (empat) tahun terakhir terutama keberhasilan dalam menghubungkan Unit 1 sampai dengan 45 MW kepada jaringan PT PLN. Saya berharap agar Unit 2 PLTP Sorik Marapi dapat terkoneksi sesuai dengan jadwal dan tentu nya meningkatkan bauran energi di Indonesia,” ungkap Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE, Ida Nuryatin Finahari yang dikutip dari siaran pers ebtke.esdm.go.id.
Sebagak catatan proyek ini dimulai pada pertengahan tahun 2016, selama tiga setengah tahun telah melakukan pengeboran pada 23 titik sumur pada 6 tapak pengeboran. Target awal yang telah dikerjakan pada unit 1 ini sebesar 45 MW pada akhir 2019, kemudian dilanjutkan unit 2 pada tahun 2020 sebesar 45 MW.
Sedikit tambahan PT Sorik Marapi ini sekitar 95% sahamnya dimiliki oleh KS Orka Renewables Pte Ltd, perusahaan pengembang dan operator panas bumi yang berbasis di Singapura.
Meski telah beroperasi keberadaan PLTP Sorik Merapi meninggalkan sisi berlainan arah. Sekitar 10 dari 377 desa di Mandailing Natal hingga kini belum teraliri listrik.
Jika menelusuri pemberitaan pada rentang Juli dan Agustus 2021, terdapat nama-nama desa seperti Desa Banjar Lancat di Kecamatan Panyabungan Timur, lalu Desa Sopo Batu di Kecamatan Panyambungan, merupakan potret desa di Mandailing Natal yang belum teraliri listrik.
Menjadi Sorotan di Media Sosial dan Pemerhati Lingkungan
Pasca peristiwa semburan terjadi, di media sosial cukup ramai dijejali postingan video yang menceritakan peristiwa semburan lumpur dari tapak proyek PLTP Sorik Marapai. Mereka beramai-ramai mengkritisi proyek energi tersebut. Salah satunya dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional.
Menurut JATAM peristiwa semburan ini tidak hanya menyebabkan warga harus masuk rumah sakit, tetapi semburan lumpur juga mengalir ke persawahan warga. Mereka juga mengatakan bahwa kecelakaan ini merupakan yang keempat kalinya dalam dua tahun terakhir.
JATAM pun menyayangkan sikap pemerintah yang tidak tegas dalam peristiwa ini. Menurut mereka belum nampak penegakkan hukum yang tegas. Walau ada investigasi oleh pemerintah tapi itu dilakukan secara tertutup, sementara perusahaan tetap melanjutkan aktivitas produksi seperti biasa.
“Warga di sekitar tapak bak kelinci percobaan, di tengah ambisi pemerintah yang terus membangkitkan energi skala raksasa, entah untuk kepentingan apa dan siapa,” tegas JATAM di akun media sosial miliknya.
Secara terpisah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara juga mengkritisi kecelakaan proyek energi terbarukan tersebut. Doni Latuperissa selaku Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Utara mengutuk kejadian tersebut, karena telah mengakibatkan korban dan peristiwa itu bukan yang pertama.
“Kita mengutuk keras kembali terjadinya peristiwa kecelakaan PLTP yang mengakibatkan warga keracunan akibat ulah PT Sorik Marapi Geothermal Power. Kami juga mendesak Presiden RI untuk segera mengevaluasi menteri ESDM, seolah-olah diam dan tak melalukan tindakan apapun atas peristiwa yang mengakibatkan warga keracunan ini,” cetus Doni kepada Beritabaru.co, Senin (25/04).
Doni menilai proyek PLTP Sorik Marapi yang telah berulang kali melakukan kesalahan produksi dengan adanya kecelakaan–sehingga mengakibatkan warga terkena dampaknya langsung, tidak hanya warga tetapi juga lingkungan sekitar sebab areal sawah warga juga terimbas–, memang patut dievaluasi keberadaannya.
“Sebab kejadian itu bukan yang pertama terjadi, sehingga pemerintah harus tegas kali ini. Karena energi terbarukan seharusnya lebih minim risiko dan ramah lingkungan bukan sebaliknya,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Doni, pemerintah juga harus memikirkan ulang alternatif energi yang lebih minim risiko. “Karena proyek energi terbarukan geothermal sangat tinggi risikonya, ini dapat dilihat dari banyaknya kecelakaan selama proyek ini dijalankan,” pungkasnya.
Dari catatan Beritabaru.co, kecelakaan yang diakibatkan proyek geothermal ini pernah terjadi di Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Wae Sano, Ulumbu dan Mataloko di Nusa Tenggara Timur, lalu Ijen, Bondowoso, Jawa Timur.