Kalung Terakhir dari Ibu | Puisi-Puisi Khairur Rosikin Bunang
KDRT 1
Kupukul kamu berkalikali
Karena kesalahan kecil
Memarmu bunga mekar
Di pekarangan rahasia
Tidak cukup Charlie Chaplin
Lucu membutuhkan ketenangan jiwa
Dukungan dari seseorang
Juga musyawarah
Aku pulang mabuk, Sayang
Jam 4 dini hari
Kamu menangisi kepergianku
Setelah pintu dibuka
Dan kubawa hampa
Pada tanganku yang papa
Aku menyesali perbuatanku
Tetapi tidak menemukan tempat berhenti
Bertahuntahun telah lewat janji
Jaminan nafkah lahirbatinmu
Rusak, ringsek sebagaimana luka
Di kulit dan hatimu
Kemarin dan selamanyaKusiasiakan kehadiranmuDalam cuaca yang dinginDalam badan yang tanpa ucap
Kamu perempuan sederhana
Tajmahal, seribu candi
Kegilaan Qais
Bukan itu, aku tahu
Rumah kita adalah monumen
Kesetiaan paling murni
Yang kutolak berkalikali
2022
KDRT 2
Siapa yang tahu akhirnya
Perhiasan tubuhmu adalah lebam
Kalung tangan liontin luka
Manikmanik bekas cubitan
Kuangkat derajatmu di depan mereka
Sehari saja saat menikah
Setelah itu, bagai mendadak mendung
Gaunmu basah derita
Jika kamu datang sebentuk debu
Aku angin janji, lewat meniadakan
Jika kamu rumput liar yang kering
Aku jalar api dan retak, serta tempias bara
2022
Kalung Terakhir dari Ibu
Sebuah Pesan Singkat
Yang Sedih dan Menyakitkan
Pesan ini sampai
Dalam keadaan terbaik
Terimalah aku sebagai
Manikam yang pecah
Dipilin untuk seutas kalung
Seperti di leher burung
Melingkar merah api
Aku benang besi
Pusat mata segala kulit
Jenis cinta yang lahir karena sesuatu yang baru
Akan segera dimulai
Tumpah
Kalimat berhasil disusun
Dan disusupi kesal terhadap kenyataan
Tangan ibu, meski demikian kotor
Memberi keputusan di tengah
Keputusasaan
Satu kematian mengantar
Satu milimeter luka yang lekas sembuh
Kini, keinginankeinginan rumit
Tidak akan ada kembali
Hasrat untuk membeli mainan lucu
Es krim juga ciki
Bukan lagi rasa sakit
2022
Kepala yang Berat
Karena Bukan Besarnya Benda-benda
Kepalamu berat sekali belakangan ini
Beban yang tidak sanggup aku terima
Karena bukan besarnya bendabenda
Anakistrimu selalu menangis
Nyaris bersamaan seperti telah sepakat
Bahwa tidak ada harapan
Kecuali kematian
Di suatu waktu akulah paling sedih
Keringatmu yang harum tidak tercium lagi
Pagi itu akhirnya kamu pergi
Ke selamanya
Ke tempat yang sangat aku benci
Rahasia satusatunya warisan
Yang kamu tinggalkan kepadaku
Malam sebelum kamu mati
Kedua lengan itu, yakni lengan anakmu
Membenamkanku ke wajahmu
Selamat tinggal, kataku
Mimpi sembuh dari komplikasi
Pikiran atas sulitnya ekonomi
Telah hangus dari punggungku
Sekelompok kapuk
Yang mencintai tidur lelapmu
2022
Rencana Baik
Dan Akhir Kisah yang Tragis
Bapakku miskin sekali
Suatu waktu di hari ulang tahun
Sekaligus jatuh tempo uang semesterku
Peristiwa memilukan itu muncul
Rencana baik selalu berakhir tragis
Tetapi sudut pandang orang lain
Menjadikannya sebuah komedi
Dan apa hasil dari sesuatu yang kocak?
Hanya tawa
Bahasa tanpa simpati
Yang tidak pernah menemukan tempat
Di hati kami
Bapakku yang miskin sekali
Memaksaku kuliah
Keputusan sepihak yang dibuatnya sendiri
Dipanggul dan dibawanya ke manamana
Hari itu, aku menyesal telah
Berbicara mengenai ini kepadanya:
“Saya tidak paham
Di kampus belajar filsafat
Satu disiplin ilmu kebijaksanaan
Tetapi yang saya lakukan
Tidak mencerminkan itu
Bapak bekerja keras
Saya tidak sama sekali membantu”
“Kamu sudah membantu
Belajar tekun juga pekerjaan yang menguras tenaga”
Sejurus alasan untuk meringankan beban
Gagal aku lancarkan
Aku mau berhenti dari segala kekosongan
Menulis dan membaca menimbulkan
Kesiasiaan yang larut ke dalam lembah waktu
“Tetapi saya tidak mungkin lolos
Tugas terakhir kuliah sangat berat
Lebih baik saya merantau
Dan menghasilkan banyak uang
Untuk biaya di hari tua”
Kalimat demi kalimatku
Adalah saudara kembar
Aku menyerah dan tak bertenaga
Begitu juga akhirnya dengan bapak
Yang miskin, yang sekujur tubuhnya
Penuh rendarenda borokan
Dia lesu ke dalam kamar
Dan bergumam tetapi masih jelas aku dengar
“Bapak tidak menginginkannya
Kaya membuat orang lengah
Dan tak menikmati hidup
Selesai kuliah kamu bisa bekerja
Apa saja asal bekerja
Bapak sudah menabung
Besok bapak belikan mobil
Untuk kamu, biar tidak kepanasan
Mobil bagus baterainya dua
Tidak usah pakai bahan bakar minyak
Cukup isi dengan setrum
Kamu juga bisa menikahi siapa saja
Tanpa merasa malu
Memiliki banyak anak
Dan hidup bahagia
Sisa uang dari bapak kamu pakai saja
Untuk menghidupi keluargamu
Sepuluh atau sebelas tahun ke depan
Sisanya cukup beri mereka cinta
Pelukan di pinggang
Juga beberapa ciuman…”
Kejadian ini terjadi seperti
Ikan di akuarium
Aku kehilangan gelembunggelembung hidup
Aku berhenti kuliah
Dan bapakku menjadi gila
Tetangga bilang hidup kami sudah lebih baik
Aku berhasil jadi tumpuan keluarga
Dan bapakku semakin jenaka
2022
Lenganku Lewat
Separuh Wajah
Aku pernah berkhayal
Bertabur uang di langit
Dan aku menjaringnya
Dengan jarijari yang digerakkan
Seperti kuas membelai kanvas
Lenganku lewat separuh wajah
Kenyataan menggambar situasi sebenarnya:
Agak mendung, sedikit gerimis
Dan banyak sedihnya
2022
Di Tabun Terpal
Sehabis Mengecek Anco
Kamu aktivis ekologi
Lulus dari perguruan tinggi dan skripsimu
Membahas isu lingkungan
Tetapi seperti menabur racun di sumur sendiri
Yang padahal kamu minum air dari dalamnya
Kini kamu bekerja sebagai anak pakan
Tambak udang 4 petakan
Kamu meracik fermentasi
Amonium sulfat, dolomit juga tetes
Menebarnya ke dalam sirke lumpur
Limbah mengalir ke laut yang semula bening
Kamu menjaga aliran listrik agar tetap hidup
Seperti menjaga idealismemu dahulu
Di tabun terpal sehabis mengecek anco
Kamu melamun, kincir berdaun empat memercikkan air
Ke wajahmu yang legam, yang capai karena anakmu seorang
2021
Khairur Rosikin Bunang, lahir di Sumenep. Menulis puisi sejak 2014.