Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Tikar Pandan; Merawat Tradisi dan Berdayakan Ekonomi

Tikar Pandan; Merawat Tradisi dan Berdayakan Ekonomi



Miri Priyas Tutik


Sepanjang pantai Pulau Ra’as terdapat berbagai tumbuhan xerofit. Tumbuhan yang sering ditemui yaitu pandan duri (Pandanus tectorius), stigi (Pemphis acidula), buta-buta (Excoecaria agallocha), bakau (Rhizophora stylosa), dan sebagainya. Berbagai jenis tumbuhan itu seringkali digunakan sebagai mata pencarian masyarakat pulau Ra’as, salah satunya pandan duri (Pandanus tectorius), mereka menyebutnya pandhen (dalam bahasan madura) digunakan sebagai tikar.

Tikar ialah anyaman dari daun pandan duri (Pandanus tectorius) melalui berbagai proses. Memiliki fungsi untuk alas tidur penghuni rumah dan alas duduk pada hajatan keluarga. Bagi mereka menggunakan tikar merupakan kenyaman dalam bersantai bersama keluarga. Umumnya, setiap rumah terdapat satu tikar atau lebih. 

Sebuah Warisan

Kerajinan tikar pandan pulau Ra’as telah berlangsung sejak dahulu. Warisan yang diturunkan ke anak cucu telah menjadi tradisi. Namun, hanya dilakukan oleh anak perempuan mereka.

Kebiasaan tersebut merupakan suatu kebudayaan mesti di-lakoni. Akan tetapi, terciptanya sebuah kebudayaan tidak harus diartikan berdasarkan asas tunggal yakni patriarkal. Walupun perempuan desa erat kaitannya dengan sistem tersebut. Tidak menjadi dasar konsep sebab adanya tradisi.

Analisis konteks sejarah perlu menjadi poin utama melihat kerangka terbentuknya budaya. Tentu sejarah bukan sekedar kumpulan catatan atas pelbagai peristiwa dan manusia-manusia yang terlibat di dalamnya. Lebih dari pada itu, sesungguhnya sejarah adalah sebuah narasi yang membentuk kesadaran. Kesadaran itu barangkali hadir bagaimana lingkungan membentuk kesadaran itu sendiri.

Diawali dengan geografi Pulau Ra’as, di mana masyarakat hidup di sekitar pesisir pantai. Selain itu, menggunakan sumber daya bahari dalam kehidupan sehari-hari hingga mereka dijuluki dengan masyarakat hidraulis. Ketergantungan hidup pada laut yang kemudian melahirkan perilaku sosial budaya. Misalnya, mata pencarian yang sebagian menjadi nelayan.

Tak mengherankan jika dalam sikap pembagian kerja itu terjadi. Laki-laki lebih memilih berprofesi sebagai nelayan dalam pemenuhan kewajibannya. Sebab, jika perempuan sangat beresiko. Bukan berarti merendahkan. Dalam pelayaran mencari ikan biasanya berkisar pukul 16.00-03.00 WIB atau melebih waktu itu.

Bagi perempuan tetap bisa bekerja, namun bukan menjadi nelayan. Salah satu pilihan yakni menjadi pengrajin tikar. Menggunakan bakat-kreatif dalam pengelolaan sumber daya bahari dari pandan duri. Sehubungan dengan itu, bagi perempuan Ra’as khususnya, pandan duri menjadi hal penting dalam aktivitas sehari-hari. 

Sebagai kesimpulan, budaya tersebut mengajarkan bahwa adil tidak mesti sama. Namun, dapat memenuhi kebutuhan sesama itulah adil. Selanjutnya, warisan pandan tikar telah mengajarkan sebuah konsep ‘Konservasi Kearifan Lokal’ jauh sebelum bapak Heodore Rhoosevelt memperkenalnya kepada publik.  Ia adalah orang yang pertama kali menggagas konsep konservasi pada tahun 1902. 

Dimaksud dengan konservasi kearifan lokal ialah tindakan menjaga sumber daya alam sesudah dimanfaatkan. Oleh karena itu, penggunaannya tidak berlebihan sesuai kebutuhannya. Mereka menyadari menggunakan berlebihan akan menghilakan jumlah spesies pandan duri. Pendeknya, jika spesies itu hilang akan merampas nilai ekonomi dan nilai budaya yang telah berlangsung sejak dahulu.

Hidup Darinya 

Pandan duri bukan hanya warisan, namun kehidupan mereka. Kerajinan tangan dari pandan duri menjadi salah satu sumber pendapatan mereka. Walaupun, proses pembuatannya  membutuhkan waktu yang cukup lama, termasuk proses pemipihan.

Hasilnya sangat mirip dengan anyaman. Bentuk gambar yang dihasilkan juga beragam yaitu, polos, segi lima, zig-zag, segi empat, belah ketupat, dan lain-lainnya. Pemberian warna menambah keindahan tikar tersebut. Biasanya, warna yang dipakai meliputi kuning, merah muda, merah, hijau muda, dan hijau tua. Adakalnya sesuai dengan pesanan.

Tikar Pandan; Merawat Tradisi dan Berdayakan Ekonomi
keterangan: Seorang Perempuan Remaja Sedang Membuat Tikar (dok. pribadi)

Penjualan tikar pandan tidak hanya dilakukan di pulau Ra’as saja. Pulau Bali menjadi tempat permintaan yang paling banyak dibandingkan dengan tempat lainnya. Penyaluran barang sampai ke konsumen melalui travel arah Ra’as-Bali. Hal ini, dikarenakan banyak masyarakat Ra’as merantau ke Bali.

Harga jualnya tergantung permintaan bentuk dan warna. Semakin banyak bentuk dan warna harga juga semakin tinggi. Biasanya berkisar Rp 100.000,00-Rp200.000,00 per-tikar. Mereka menerangkan bahwa tikar amat sering diminta yang memiliki warna dan bentuk yang unik.

Apabila tikar pandan telah usai dijual. Kebanyakan para perempuan Ra’as menggunakan uangnya untuk kebutuhan pokok mereka dalam sebulan. Beras adalah pangan yang utama untuk dibeli. Bahkan, ada yang juga digunakan untuk biaya anaknya melanjutkan pendidikan di luar pulau Ra’as.


Miri Priyas Tutik – Pegiat Literasi dan Kebudayaan di Kota Malang