Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Review Buku Does My Head Look Big in This?: Yang Terjadi Ketika Amal Memakai Jilbab

Review Buku Does My Head Look Big in This?: Yang Terjadi Ketika Amal Memakai Jilbab



Berita Baru, Novel – Dulu saya pikir, buku-buku yang dijual dalam rak diskon pasti bukan buku-buku bagus. Kalau bagus, kenapa sampai tidak laku dan didiskon, ya kan?

Sampai suatu hari, saya yang tidak pernah menyusuri rak buku diskon ini tidak sengaja melintasinya. Di lobi kampus, tempat dimana terbentang pameran buku diskon itu. Lalu mata saya bertemu dengan buku ini. Entah feeling apa yang menguatkan saya untuk membelinya.

Tapi, waktu baca isinya…. I know I’m doing it right, hahaha.

Bahkan sejak ini, novel berjudul Does My Head Look Big in This? ini jadi buku favorit saya seumur hidup, atau kalau bahasa kerennya: my all-time favorite book.Penulisnya adalah Randa Abdel-Fattah, seorang Australia berdarah Pakistan dan Mesir yang aktif menulis buku sejenis mengenai identitas, agama, dan gender.

Jilbab Pertama Amal

Cerita garis besarnya adalah tentang perjalanan gadis SMA yang supel dan ekspresif bernama Amal Mohamed Nasrullah Abdel-Hakim memakai jilbab secara full-time. Iya, biasanya dia pakai hanya untuk acara tertentu, dan kali ini dia ingin benar-benar memakai jilbab setiap keluar rumah, termasuk ke sekolah.

Bukan perkara mudah, karena Amal tinggal di negara yang umat Muslim-nya tak sebanyak di Pakistan, bahkan saat itu sentimen terhadap Islam sudah muncul akibat tragedi 9/11. Jilbab dan Islam sudah masuk kotak emosi khusus bagi setiap orang yang melihatnya.

Apalagi, sekolah Amal begitu bergengsi dengan budaya yang turun-temurun dijaga ketat. Belum pernah ada siswa muslim berjilbab di sana, sehingga apa yang Amal lakukan sungguh dobrakan besar.

Orangtua Amal tipe yang sangat bangga dengan tanah kelahiran mereka: Palestina. Namun, saat Amal bilang mau berjilbab, mereka jadi kepikiran. Bukan karena berniat melarang, tapi mengkhawatirkan terjadinya tantangan baru di depan sana. Mereka tidak ingin Amal tersakiti karena memakai jilbab. Tapi karena paham bahwa niat Amal adalah demi perintah agama, maka mereka mendukungnya.

Beda dengan keluarganya yang lain. Paman Joe misalnya, tidak menyukai budaya Islam. Ia selalu ingin terlihat kebarat-baratan, modern, dan bukan seorang “Arab” di depan orang lain. Istri Paman Joe, Bibi Mandy, juga menyayangkan keputusan Amal untuk menutupi rambutnya yang indah dengan sehelai jilbab. Jelas mereka tidak masuk di kolom “pendukung.” Namun ini tak penting dibicarakan sekarang, karena justru yang paling bikin Amal pusing adalah: bagaimana harus bicara dengan Kepala Sekolah?

Setelah menghadap di ruangannya, Kepsek menanyakan beberapa hal pada Amal. Pertama, ia menyangka Amal memakai jilbab karena desakan orangtua. Kedua, ia menyuruh Amal berkonsultasi dengannya terlebih dahulu sebelum memakai jilbab. Tentu saja Amal mengelak. Pertama, ia mengelak bahwa jilbab itu perintah orangtua, alih-alih keinginannya sendiri. Kedua, ia mengelak harus berdiskusi dengan Kepsek-nya karena, bukankah itu hal pribadi?

“Yah, jelas tidak. Hal itu cukup umum. Pribadi adalah sesuatu yang disimpan di bawah kemejamu. Pribadi adalah kalung rosario di sakumu. Amal, kerudungmu itu tidak termasuk hal-hal pribadi,” begitu kata Kepsek, namun toh ia mengizinkan Amal berjilbab.

Yang lucu kemudian adalah respon teman-teman Amal ketika ia masuk ke kelas dengan kerudung.

“Apa orangtuamu memaksamu?”

“Nggak gerah, ya?”

“Bolehkah aku menyentuhnya?”

“Apa kau bisa berenang?”

“Apa kau memakainya saat mandi?”

“Apakah itu seperti biarawati? Apakah kau menikah dengan Yesus sekarang?”

Semua belum ada apa-apanya dibandingkan Adam, cowok gebetan Amal itu cukup kaget saat melihat Amal berjilbab. Namun, Amal bahagia karena tak ada yang berubah dari “hubungan”-nya dengan Adam, bahkan mereka semakin lengket!

Apapun yang terjadi, Amal punya sahabat-sahabat yang setia menemaninya, Eileen dan Simone. Dengan atau tanpa jilbab, mereka tetaplah anak-anak muda yang gemar nongkrong, ngobrol ngalor-ngidul soal apa pun, termasuk perkara agama dan budaya mereka. Amal juga masih berteman dengan Leila, kawannya dari SMA Hidayah sebelum ia pindah ke sekolah sekarang.

Amal menghadapi segalanya gara-gara jilbab itu. Opini orang-orang mencuat berantakan bukan cuma soal jilbab Amal, tapi soal kekolotan, terorisme, ibadah, keterbatasan, dan semuanya, membuat ibu Amal lalu merasa anaknya terlalu dini menampung rasa kesal dan sedih terhadap penghakiman itu. Sampai-sampai suatu hari, orangtua Amal bertengkar karenanya.

Tapi mau bagaimanapun, Amal mempertahankan jilbabnya. Itu bukan hanya selembar kain, tapi juga disertai prinsip-prinsip yang membersamainya. Itulah kenapa… Amal menolak saat diajak bermesraan dengan Adam di perayaan ulang tahun Adam.

Terbuakalah itu jurang besar diantara keduanya. Tidak ada lagi telepon-telepon berisi obrolan panjang sambil mengomentari tayangan televisi, atau godaan-godaan Adam terhadapnya. Adam juga tidak lagi menceritakan tentang ibunya, atau masalah personal lain. Amal patah hati, bahwa karena prinsipnya ia harus kehilangan seorang kawan dan pujaan hati. Ia mencoba melewati masa tidak enak itu dan mengalihkan energi untuk fokus pada masa depannya.

“Perjalanan Spiritual” Remaja yang Relevan

Does My Head Look Big in This? telah merangkum masalah-masalah perempuan Muslim maupun Muslim secara umum dalam menghadapi isu-isu ke-Muslim-an. Dan, semua isu itu menyatu dengan alur dan konflik cerita yang menyenangkan buat disimak.

Mengambil sudut pandang seorang remaja adalah poin pertama yang membuat novel ini terasa lucu, kadang sarkas, dan itu yang bikin seru, menjadikan ini tipe buku yang nggak bakal membosankan meski dibaca berulang kali.

Atau bagi saya secara personal, mungkin juga karena ceritanya relevan dengan apa yang saya alami sebagai hijaber: pertanyaan dan sindiran yang saya terima, atau pertimbangan saya sebelum melakukan ini itu karena saya memakai jilbab.

Back to the book, Randa berhasil memasukkan jiwa remaja ke novel ini secara sangat natural! Ada banyak bagian di buku ini yang membuat saya merasa, ah iya ya, benar, itu yang bakal dilakukan ketika seorang perempuan berjilbab merasakan hal itu.

Jiwa remaja di novel ini, misalnya, bakal kamu saksikan di hari ketika Amal hendak mengabari orangtuanya bahwa ia bakal berjilbab. Malamnya, ia menyusun daftar berjudul “Daftar Memakai dan Tidak Memakai” dan membaginya dalam dua kolom berisi daftar orang yang akan mendukung keputusannya berjilbab, dan yang tidak. Amal barangkali bergolongan darah A, karena dia nampak super teliti, cermat, dan selalu menulis dengan jelas poin-poin alasan atas suatu hal.

Bumbu romantis di tengah perjuangan Amal berjilbab pun tetap kuat. Adam, si cowok ganteng dan pintar dan tentu Amal naksir mati-matian padanya, sering melabuhkan cerita tentang aktivitas sehari-hari, hal-hal yang dia suka, masalah di rumah, juga topik berbau agama, kepada Amal. Termasuk, saat Bom Bali meledak.

Randa juga menampilkan konflik-konflik tokoh pendukung yang sangat apik dan menyatu dengan pesan utama di buku ini. Di antaranya adalah konflik Leila dengan ibunya, juga kisah Amal dengan Mrs. Vaselli, tetangganya yang super pemarah itu.

Buku-buku Randa lainnya juga laris dan banyak dibicarakan. Judulnya antara lain, Ten Things I Hate About Me, Islamophobia and Everyday Multiculturalism in Australia, dan Arab, Australian, Other: Stories on Race and Identity.