Refleksi 61 Tahun PMII, Surah Pergerakan Gelar Diskusi bertema “Aswaja dalam Konstelasi Global”
Berita Baru, Yogyakarta – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau kita kenal PMII sudah genap berusia 61 tahun pada 17 April kemarin, terhitung semenjak lahirnya organisasi kenamaan tersebut pada 17 April 1960. Di usianya yang sudah tak lagi muda, PMII banyak berkontribusi pada negara hampir di segala lini, terutama dalam dinamika keislaman dan kebangsaan.
Pada momentum kelahirannya, kader-kader di seluruh pelosok negeri berduyun-duyun merayakan hari penuh makna tersebut, pun juga berefleksi tentang dinamika PMII hari ini. Salah satunya adalah yang dilakukan Surah Pergerakan, kelompok yang berisikan kader-kader progresif tersebut merefleksikan momentum 61 tahun dengan mengadakan diskusi virtual yang bertemakan “Aswaja Dalam Konstelasi Global” pada Minggu, (26/04/21).
Di acara ini, Surah Pergerakan pun menghadirkan Kang Udin sebagai pembicara.
Gelaran diskusi yang diikuti puluhan kader tersebut berlangsung dialektis dan kritis. Mengawali pemaparan materi, Udin menyampaikan bahwa Ahlussunnah Waljamaah yang menjadi nyawa gerak PMII sangat relevan dan mempunyai bergaining tinggi bukan hanya di tingkat lokal, melainkan juga ke taraf global.
“Aswaja yang selama ini menjadi ruh kita dalam berpikir juga bertindak memungkinkan kader-kader kita dapat berkontestasi serta mengambil peran dalam dinamika geo-ekosospol dunia. Prinsip tawassuth, tawazun, taaddul, dan nahi munkar merupakan basis nilai yang sangat untuk masuk ke ruang-ruang global,” tuturnya.
Udin menambahkan bahwa konsep Lita’arofu adalah konsep yang dipakai negara-negara dunia sebelum terjadi jalinan kerjasama dalam bingkai persahabatan, sehingga Aswaja dengan segala kekayaan nilainya sangat pas dijadikan aktualisasi dalam peran-peran global.
“Kader PMII sudah saatnya mengambil peran paling tidak dalam aspek terdekat dengannya, semisal dalam hal pengelolaan energi, air, serta pangan. Tiga diantara banyak hal tersebut adalah aspek yang bisa dilakoni oleh kader-kader PMII agar tidak selamanya kekayaan alam kita dieksploitasi orang-orang luar,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Udin menuturkan tentang pentingnya kurikulum kaderisasi yang dapat mengarahkan kader-kader untuk mampu berkontestasi pada wacana tersebut, agar dapat dipahami dan menjadi salah satu ruang gerak.
“Saat ini mungkin kurikulum kaderisasi kita belum begitu masif tentang pengarahan kader untuk terjun ke segala lini, terutama di lini yang belum mampu dikuasai kader. Tapi tentu bukan berarti PMII tidak melakukannya, dan saya berharap wacana seperti ini bisa lebih serius dielaborasi mengingat ruang-ruang tersebut demikian potensial dan urgen,” tambahnya.
Menanggapi diskusi tersebut, peserta yang merupakan kader PMII menyambut positif gagasan ini. Peserta berpandangan PMII dengan haluan Aswajanya yang kaya akan nilai dan prinsip global dapat mengantarkan kader-kadernya mengambil peran di sektor-sektor strategis.
“Saya sepenuhnya bersepakat dengan wacana ini, dan berharap bahwa wacana tidak berhenti pada diskusi ini. Jika kita sudah menyadari tentang urgensi kader-kader masuk ke lini-lini strategis, maka harus ada keseriusan serta pembenahan di PMII dalam hal kaderisasi agar wacana ini dapat menjadi konsensus arah gerak kedepannya, agar warga pergerakan tidak melulu mengambil sektor politik dalam ranah perjuangannya,” pungkas salah satu peserta.
Mengakhiri sesi diskusi, pemateri menekankan tentang arah pandang kader yang musti berubah seiring dinamika dan kontestasi sosial yang mengalami pergeseran cepat.
“PMII hari ini sudah berumur 61 tahun, sudah banyak torehan yang dilakukan kader-kader kita, tapi kita harus pastikan di masa sekarang dan mendatang sektor-sektor strategis yang belum kita terjuni harus mampu kita kuasai, agar ruang aktualisasi dan perjuangan kita tidak hanya masif diatas satu aspek, tapi di segala aspek, mulai nasional hingga global, kita harus percaya bahwa Aswaja kita akan mengantarkan pada titik itu,” pungkasnya.