Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Rempang
Masyarakat yang menolak Proyek Strategis Nasional Rempang Eco-City diduga diserang oleh puluhan orang yang terindikasi sebagai pegawai PT Makmur Elok Graha (MEG) pada Selasa (18/12/2024). Foto: Democrazy News

Masyarakat Rempang Kembali Diserang, Delapan Orang Luka dan Kendaraan Warga Dirusak



Berita Baru, Batam – Kekerasan terhadap masyarakat Kampung Tua di Pulau Rempang kembali terjadi. Insiden ini terjadi pada Rabu (18/12/2024) dini hari, sekitar pukul 00.50 WIB. Puluhan orang yang diduga sebagai pegawai PT Makmur Elok Graha (MEG) melakukan penyerangan terhadap warga di Kampung Sembulang Hulu dan Kampung Sei Buluh, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang.

Menurut keterangan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau melalui akun Instagram resminya, @walhiriau, penyerangan tersebut mengakibatkan delapan warga mengalami luka-luka dengan rincian sebagai berikut:

  1. Empat orang mengalami luka sobek di bagian kepala.
  2. Satu orang mengalami luka berat.
  3. Satu warga terkena panah.
  4. Satu warga mengalami patah tangan.
  5. Satu warga mengalami luka ringan.

“Kami hanya ingin mempertahankan tanah kami, tetapi kekerasan terus menimpa kami. Ini bukan pertama kalinya kami diserang,” ujar salah satu warga yang menjadi korban kekerasan dan enggan disebutkan namanya.

Selain korban luka, belasan kendaraan milik warga turut menjadi sasaran perusakan. Beberapa posko milik warga juga dilaporkan dirusak, termasuk Posko di Kampung Sembulang Hulu dan Kampung Sei Buluh.

Kronologi Kejadian Kekerasan ini bermula pada Selasa malam (17/12/2024) sekitar pukul 21.00 WIB, ketika warga menangkap pelaku perusakan spanduk di Kampung Sembulang Pulau Rempang. Dari dua orang pelaku, hanya satu yang berhasil diamankan warga, sementara satu lainnya kabur. Warga kemudian meminta pihak kepolisian datang untuk menjemput pelaku yang telah diamankan di Posko Sembulang Hulu.

Namun, pada Rabu dini hari (18/12/2024), situasi berubah mencekam. Puluhan orang yang diduga pegawai PT MEG datang menyerang warga, menyebabkan kekacauan dan melukai banyak orang. Hingga saat ini, jumlah pasti korban dan kerugian material masih terus diperbarui.

Tuntutan Masyarakat dan Organisasi Sipil Peristiwa ini memicu reaksi keras dari masyarakat Kampung Tua Rempang serta dukungan dari organisasi masyarakat sipil. Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) melalui akun Instagram @fnksda menyebutkan bahwa kekerasan ini bukan kejadian pertama.

“Ada indikasi kuat bahwa dalang di balik penyerangan ini adalah pegawai dan centeng-centeng PT Makmur Elok Graha,” tulis FNKSDA. Mereka juga menegaskan bahwa warga dipanah, dianiaya hingga berdarah, dan beberapa mengalami luka berat serta patah tulang. FNKSDA mengecam keras kekerasan yang terus berulang sejak proyek pembangunan Eco City di Pulau Rempang digulirkan setahun lalu di bawah skema Proyek Strategis Nasional (PSN).

Masyarakat Kampung Tua Rempang bersama organisasi masyarakat sipil menyerukan beberapa tuntutan:

  1. Presiden Prabowo dan DPR RI diminta memastikan perlindungan kepada masyarakat adat dan warga tempatan di Rempang serta membatalkan rencana pengembangan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City.
  2. Kapolri diminta memerintahkan jajarannya untuk menindak tegas para pelaku kekerasan dan memastikan penegakan hukum atas segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat Rempang.
  3. Komnas HAM diminta mengawasi dan bertindak tegas atas rentetan pelanggaran HAM yang terjadi di Rempang, serta mengoordinasikan skema perlindungan kepada seluruh masyarakat adat di wilayah tersebut.

Situasi Terkini Hingga berita ini diturunkan, suasana di Kampung Sembulang Hulu dan Kampung Sei Buluh masih mencekam. Warga berharap pemerintah, aparat penegak hukum, dan lembaga HAM segera bertindak untuk melindungi hak-hak mereka sebagai masyarakat adat yang telah bermukim di wilayah tersebut selama bertahun-tahun.

“Kami tidak butuh proyek besar kalau hanya membawa kekerasan ke kampung kami,” tegas salah seorang tokoh masyarakat setempat. Kasus ini menambah daftar panjang konflik agraria di Indonesia yang melibatkan masyarakat adat, pemerintah, dan korporasi. Publik masih menunggu langkah konkret dari pemerintah dan aparat hukum dalam menangani kasus ini serta mencegah terjadinya kekerasan serupa di masa mendatang.