Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Temukan Pelanggaran dalam TWK, Komnas HAM Minta Presiden Kembalikan Status 75 Pegawai KPK

Temukan Pelanggaran dalam TWK, Komnas HAM Minta Presiden Kembalikan Status 75 Pegawai KPK



Berita Baru, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia umumkan hasil pemantauan dan penyelidikan atas peristiwa dugaan pelanggaran HAM dalam proses asesmen tes wawasan kebangsaan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Untuk membuat terangnya peristiwa, TIM telah menyusun seluruh hasil temuan, menguji dan melakukan analisis terhadap temuan-temuan faktual. TIM juga melakukan pendalaman ahli untuk membuat terangnya peristiwa dengan mengundang ahli Psikologi, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara,” tulis Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM dalam keterangan persnya, Senin (16/8).

Tim menyebut berdasarkan serangkaian hasil penyelidikan, Komnas HAM RI telah merumuskan sejumlah subtansi fakta temuan yang melanggar prinsip perlakuan sama di depan hukum, non-diskriminasi, tidak merendahkan harkat dan martabat seseorang merupakan prinsip-prinsip dasar dalam Hak Asasi Manusia.

“Berdasarkan hal tersebut dan keseluruhan konstruksi peristiwa penyelenggaraan asesmen TWK merupakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, ditinjau dari sisi kebijakan, tindakan atau perlakuan, dan ucapan (pertanyaan dan pernyataan) yang memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia. Setidaknya, terdapat 11 bentuk pelanggaran HAM yang terjadi pada proses asesmen TWK dalam rangka alih status Pegawai KPK menjadi ASN,” ungkap Komnas HAM RI.

Dari 11 bentuk pelanggaran tersebut diantaranya:

1. Hak atas Keadilan dan Kepastian Hukum: Proses penyelenggaraan asesmen TWK pegawai KPK yang dimulai dari penyusunan Perkom No. 1 Tahun 2021 yang berujung pada pemberhentian 51 pegawai yang TMS menyebabkan tercerabutnya hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap pegawai yang TMS sebagaimana dijamin dalam Pasal 3 ayat (2) jo. Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
2. Hak Perempuan: Fakta adanya tindakan atau perbuatan yang merendahkan martabat dan bahkan melecehkan perempuan dalam penyelenggaraan asesmen sebagai bentuk kekerasan verbal dan merupakan pelanggaran atas hak perempuan yang dijamin dalam ketentuan Pasal 49 UU Nomor 39 Tahun 1999 dan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW). Misalnya pertanyaan tentang status perkawinan, alasan bercerai, dan ingatan terhadap rasa berhubungan badan.
3. Hak untuk Tidak Didiskriminasi: Adanya fakta terkait pertanyaan yang diskriminatif dan bernuansa kebencian dalam proses asesmen TWK merupakan bentuk pelanggaran dari Pasal 3 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999, Pasal 9 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dan Pasal 7 UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR).
4. Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan: Adanya fakta pertanyaan yang mengarah pada kepercayaaan, keyakinan maupun pemahaman terhadap agama tertentu tidak memiliki relevansi dengan kualifikasi maupun lingkup pekerjaan pegawai merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 18 UU Nomor 39 Tahun 1999 dan Pasal 18 UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR).
5. Hak atas Pekerjaan: Penonaktifan atau non job terhadap 75 orang pegawai KPK yang TMS tanpa alas yang sah, seperti pelanggaran kode etik atau adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, pemberhentian tersebut nyata sebagai pelanggaran hak atas pekerjaan yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 38 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 dan Komentar Umum 18 angka 4 ICESCR.
6. Hak atas Rasa Aman: Dilakukannya profiling lapangan ilegal dan intimidasi asesor saat wawancara merupakan salah satu bentuk dari dilanggarnya hak atas rasa aman seseorang yang dijamin dalam Pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999.
7. Hak atas Informasi: Proses, penyelenggaraan hingga hasil asesmen TWK yang tidak transparan, tidak terbuka, dan tidak informatif soal metode, ukuran, konsekuensi hingga pengumuman hasil TMS dan MS merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak atas informasi yang dijamin dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
8. Hak atas Privasi: Adanya doxing2 dan hoax3 atas pribadi pegawai tertentu dalam proses asesmen merupakan salah satu bentuk pelanggaran dari hak atas privasi seseorang yang dijamin dalam Pasal 31 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 dan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE.
9. Hak atas Kebebasan Berkumpul dan Berserikat: Fakta adanya hasil Asesmen TWK yang TMS banyak menyasar terhadap pegawai yang aktif dalam kegiatan Wadah Pegawai (WP) KPK sebagai bentuk pelanggaran HAM yang dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 jo. Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 dan Komentar Umum 18, angka 12 C, ICESCR.
10. Hak untuk Berpartisipasi dalam Pemerintahan: Hasil asesmen TWK telah menghalangi pegawai KPK untuk berpartisipasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM yang dijamin dalam Pasal 44 UU No. 39 Tahun 1999.
11. Hak atas Kebebasan Berpendapat: Adanya indikator seorang Pegawai dianggap TMS karena kekritisannya terhadap pimpinan, lembaga maupun pemerintah secara umum merupakan salah satu pembatasan terhadap kebebasan berpendapat seseorang yang dijamin dalam Pasal 23 ayat (2) jo. Pasal 25 UU No. 39 Tahun 1999 dan Pasal 19 UU No. 12 Tahun 2005.

Berdasarkan 11 kesimpulan dari temuan dan analisis fakta peristiwa tersebut, Komnas HAM RI menyampaikan rekomendasi kepada Presiden Jokowi selaku pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dan selaku pejabat pembina kepegawaian tertinggi untuk mengambil alih seluruh proses penyelenggaraan asesmen TWK Pegawai KPK.

“Pertama, presiden memulihkan status Pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) untuk dapat diangkat menjadi ASN KPK yang dapat dimaknai sebagai bagian dari upaya menindaklanjuti arahan Bapak Presiden RI yang sebelumnya telah disampaikan kepada publik,” ujarnya.

“Yang juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 70/PUU-XVII/2019 dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa pengalihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar disain yang telah ditentukan tersebut (Halaman 340, Paragraf 1, Baris ke 10),” tambahnya.

Yang kedua, Komnas HAM juga mendesak agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penyelenggaraan asesmen TWK terhadap Pegawai KPK. Ketiga, melakukan upaya pembinaan terhadap seluruh pejabat Kementerian/Lembaga yang terlibat dalam proses penyelenggaraan asesmen TWK Pegawai KPK.

“Agar dalam menjalankan kewenangannya untuk tetap patuh pada ketentuan Perundang-undangan yang berlaku serta memegang teguh prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta memenuhi azas keadilan dan sesuai dengan standar hak asasi manusia,” katanya.

Selain itu, tertulis juga dalam, perlu adanya penguatan terkait wawasan kebangsaan, hukum dan hak asasi manusia dan perlunya nilai-nilai tersebut menjadi code of conduct dalam sikap dan tindakan setiap aparatur sipil negara.

“Pemulihan nama baik pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS),” tukasnya.