Ladang Minyak Terbesar Libya El Sharara Kembali Beroperasi
Berita Baru, Internasional – Mengutip S&P Global, ladang minyak terbesar Libya El Sharara kembali beroperasi memproduksi minyak mentahnya pada Sabtu (7/6). Ladang minyak El Sharara merupakan ladang minyak dalam kategori besar. Terletak di Gurun Murzuk sebelah barat daya Libya, El Sharara diperkirakan mempunyai kapasitas produksi sekitar 300.000 barel per hari.
El Sharara juga diperkirakan mempunyai cadangan minyak lebih dari 3 miliar barel, tetapi produksi minyak mentahnya hanya sedikit, terutama di bulan-bulan ini. Hal itu dikarenakan beberapa bulan ini ladang minyak El Sharara ditutup oleh pasukan Haftar.
Sebelum adanya penggulingan dan pembunuhan Muammar Ghaddafi di tahun 2011, Libya mampu memproduksi minyak sampai 1,5 juta barel per hari. Setelah itu, produksi minyak Libya mengarami penurunan tajam dalam beberapa tahun terakhir karena situasi di Libya yang sedang kacau.
Pada pertengahan akhir 2018, Libya mulai bisa memproduksi minyak dengan stabil dalam kuantitas 1 juta barel per hari.
Lalu pada awal 2020, produksi minyak Libya kembali anjlok di angka 70.000 sampai 80.000 barel per hari karena adanya blokade hingga menyebabkan penutupan infrastruktur dan fasilitas kilang minyak.
Pada hari Jumat (6/6), pipa yang menghubungkan kilang ke terminal ekspor Zawiya dan kilang minyak di luar Tripoli kembali di buka.
Dibukanya jalur itu membawa harapan bagi para pekerja kilang minyak El Sharara untuk bisa secara bertahap meningkatkan produksi minyaknya.
Menurut S&P Global, Serangkaian kemenangan yang diperoleh pasukan GNA baru-baru ini terhadap LNA menyebabkan milisi lokal kembali mendukung GNA.
National Oil Corp yang berbasis di Tripoli mulai terlibat dalam negosiasi dengan warga suku yang mengendalikan ladang El Sharara yang kini hanya memproduksi sekitar 300.000 barel per hari. Selain itu National Oil Corp juga mulai terlibat dengan ladang-ladang El Feel terdekat yang memiliki kapasitas produksi 75.000 barel per hari.
“Sebelumnya, Penjaga Fasilitas Perminyakan (PFG) yang melindungi ladang El Sharara mendukung LNA yang dipimpin oleh Khalifa Haftar. Tetapi karena LNA telah kehilangan kekuatan, PFG sekarang berada di bawah perintah GNA,” ujar sumber anonim kepada S&P Global.
Libya merupakan rumah bagi cadangan minyak terbesar di Afrika dan pernah menjadi salah satu negara paling maju di Afrika. Namun, Libya terpuruk setelah penggulingan Gaddafi oleh para pemberontak yang didukung kekuatan udara NATO.
Setelah penggulingan Gaddafi, Libya mulai terpecah menjadi berbagai kelompok, faksi, gerombolan penjahat, hingga kelompok teroris.
Namun faksi terbesarnya adalah GNA yang berbasi di Tripoli dan LNA yang berbasis di Tobruk. Kedua faksi itu terlibat dalam serangkaian bentrokan bersenjata setelah mengalahkan kelompok-kelompok kecil.
Pada musim semi 2019, pasukan Haftar mulai ofensif untuk mencoba menjatuhkan Tripoli dengan melakukan beberapa operasi bersenjata. Namun operasi itu berhenti pada awal 2020 setelah Turki mengerahkan bantuan pasukan tempur dan persenjataan untuk mendukung GNA.
Mengutip Sputnik, pada Sabtu (7/6) Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi memberikan proposal untuk mengakhiri konflik Libya dengan jalan politik. Proposal itu akan dimulai dengan melakukan genjatan senjata dan penarikan pasukan asing yang ada di Libya, yang rencananya akan berlaku pada Senin (8/6).
Jenderal Haftar mengatakan bahwa ia sudah menerima proposal dari Presiden Abdel Fattah. Sementara, Tripoli belum mengomentari sama sekali proposal tersebut.
Akan tetapi, sebelumnya pasukan GNA mengumumkan bahwa mereka akan melanjutkan kampanye mereka untuk mengambil alih Sirte, sebuah kota strategis di timur Tripoli, yang pada Januari 2020 dikuasai oleh LNA.