Kejagung Tetapkan Tersangka Baru pada Dugaan Korupsi AMU
Berita Baru, Jakarta – Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan mantan Direktur Operasional Ritel PT Askrindo sekaligus Komisaris PT Askrindo Mitra Utama (AMU) Anton Fadjar A Siregar sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan pada AMU periode 2016-2020. Anton merupakan tersangka ketiga dalam kasus tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebut Anton berperan dalam permintaan dan penerimaan pembagian atau share komisi yang tidak sah dari AMU.
“Dalam kurun waktu 2016 sampai 2020 terdapat pengeluaran komisi agen dari PT Askrindo kepada PT AMU atau anak usaha, secara tidak sah yang dilakukan dengan cara mengalihkan produksi langsung PT Askrindo menjadi seolah-olah produksi tidak langsung melalui PT AMU,” ujar Leonard di Gedung Bundar Kejagung, Senin (8/11).
Menurut dia, sebagian di antara pengeluaran tersebut dikeluarkan kembali oknum PT Askrindo secara tunai yang seolah-olah sebagai beban operasional. Pengeluaran itu juga tidak didukung bukti pertanggungjawaban. Kalaupun disertakan, buktinya bersifat fiktif sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Sebelum menyemat status tersangka, penyidik memanggil Anton sebagai saksi bersama empat orang lainnya. Anton meninggalkan Gedung Bundar Kejagung dengan mengenakan rompi merah jambu sekitar pukul 18.10 WIB.
Untuk kepentingan penyidikan, Kejagung menahan Anton di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari. Dia dijerat dengan dengan Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada Rabu, 27 Oktober 2021, penyidik telah menetapkan mantan Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia (SDM) PT Askrindo Firman Berahima dan mantan Direktur Pemasaran AMU Wahyu Wisambada sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Kejagung juga telah menyita sejumlah uang share komisi sebesar Rp611,428 juta, USD762,9 ribu, dan SD32 ribu.
Kejagung belum mengantongi jumlah pasti kerugian negara dalam kasus rasuah ini. Proses perhitungan kerugian keuangan negara masih dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).