Kapolri Baru; Idham Aziz dalam Pusaran Polemik
Kapolri Baru; Idham Aziz dalam Pusaran Polemik
Opini, Muhiddin Nur
(Ketua Kaderisasi Nasional PB PMII)
Idham Aziz baru saja terpilih sebagai Kapolri yang sebelumnya diusulkan oleh Presiden Jokowi sebagai sebagai Calon Kapolri tunggal ke DPR RI. Dalam pengusulannya, Idham Aziz menuai polemik di publik.
Hal ini diawali dari temuan yang disampaikan oleh Indonesian Police Watch (IPW) bahwa pengusulan mantan Kapolda Metro Jaya tersebut cacat administrasi. Dalam ketentuan Kompolnas, masa dinas calon Kapolri itu minimal dua tahun. Sementar Idham Aziz yang lahir Januari 1963, dimana usianya saat ini sudah memasuki 56 tahun.
Pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 30 ayat 2 dinyatakan bahwa usia maksimum anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah 58 tahun. Itu berarti masa dinas Idham Aziz tinggal satu tahun tiga bulan atau sudah di bawah dua tahun. Dengan demikian sudah tidak layak lagi untuk diusulkan sebagai calon Kapolri.
Dari perspektif usia ini, terpilihnya Idham Aziz sebagai Kapolri juga akan melambat dan menghambat regenerasi dalam kepemimpinan di tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Masih banyak jendral-jendral polisi dengan masa dinas memenuhi sarat yang bisa dan lebih layak diusulkan sebagai Calon Kapolri.
Penulis teringat ketika Jendral Tito Karnavian diusulkan dan terpilih menjadi Kapolri saat itu. Jendral Tito yang merupakan angkatan 1987 menggantikan Jendral Badrodin Haiti yang angkatan 1982. Ada lima generasi angkatan dari senior-seniornya yang ia lewati. Dan hal ini sangat positif dalam meregenerasi kepemimpinan dalam tubuh instansi kepolisian. Termasuk dalam hal mereformasi internal tubuh kepolisian.
Beda halnya dalam Idham Aziz saat ini. Komjen Idham Aziz yang angkatan 1988 hanya terpaut satu tahun angkatan dengan Jendarl Tito. Sepertinya semangat regenerasi kepemimpinan dalam tubuh Kapolri mulai kembali meredup. Juga semangat reformasi internal tubuh Kapolri bisa berpotensi menurun.
Selain itu, kita ketahui bersama bahwa Idham Aziz belum cukup setahun diangkat menjadi Kabareskrim. Masih banyak tugas dan tanggung jawabnya yang belum terselesaikan bahkan mandek. Diantaranya soal kasus criminal yang dialami Novel Baswedan. Sampai saat ini tidak ada titik terang siapa sebenarnya pelaku utama atau orang dibalik penyerangan Novel tersebut.
Kemudian soal kasus pelanggaran HAM yang dialami dua orang mahasiswa korban penembakan yang tewas saat unjuk rasa di Kota Kendari. Tentu masalah ini masuk dalam ranah kasus kriminal yang saat ini tidak bisa terungkap siapa sebenarnya pelaku penembakan dari dua mahasiswa tersebut.
Padahal sudah nyata ada enam anggota kepolisian saat mengawal unjuk rasa membawa senjata api. Kasus ini pun menjadi kabur karena ketidakmampuan mengungkap pelaku criminal yang menewaskan dua mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari ini. Kasus ini juga terjadi dan tak mampu diungkap pelakunya di saat Idham Aziz menjadi Kabareskrim Polri.
Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas hemat penulis terpilihnya Idham Aziz sebagai Kapolri perlu dipertimbangkan dan dikaji kembali oleh Presiden. Terpilihnya Idham Aziz sebagai Kapolri sangat berpotensi akan melahirkan preseden buruk bagi Presiden Jokowi di awal-awal pemerintahan periode keduanya. Apalagi sebelumnya dalam pengusulan Idham Aziz sebagai Kapolri sudah melahirkan polemik di tengah-tengah publik.
Tidak hanya itu, terpilihnya Idham Aziz sebagai Kapolri juga akan berdampak negative bagi internal tubuh kepolisian. Diantaranya regenerasi kepemimpinan di internal Polri akan melambat serta semangat reformasi akan kembali terhenti. Selain itu juga, citra kepolisian di mata public akan buruk mengingat selama menjadi Kabareskrim, Idham Aziz tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang menjadi tuntutan publik seperti kasus Novel dan kasus Randi-Yusuf.
Lalu dengan berbagai masalah dan polemik ini, Idham Aziz akan tetap dipaksakan dilantik sebagai Kapolri oleh Presiden? Kita berharap besar Presiden membatalkannya. (*)