Kapolda Aceh Minta UNHCR Tanggung Jawab atas Pengungsi Rohingya
Berita Baru, Jakarta – Kapolda Aceh, Irjen Pol Achmad Kartiko, menyoroti peran lembaga UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) dalam gelombang pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh sejak pertengahan November. Irjen Achmad Kartiko meminta agar UNHCR tidak melepaskan tanggung jawab terhadap situasi ini, terutama setelah beberapa warga menolak kedatangan pengungsi.
Dari hasil penyelidikan, rata-rata pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh membawa identitas UNHCR berbahasa Bangladesh, dan Kapolda menduga ada pembiaran dari UNHCR sehingga mereka bisa pindah dari Cox’s Bazar, Bangladesh, ke Indonesia.
“Kita menemukan bahwa orang Rohingya itu memiliki kartu UNHCR yang diterbitkan di Bangladesh sana dengan bahasa Bangladesh, artinya UNHCR juga harus bertanggung jawab kenapa Rohingya ini lolos dari Bangladesh sana,” ungkap Kapolda Aceh.
Achmad Kartiko menyatakan bahwa orang Rohingya yang datang ke Aceh bukanlah pengungsi murni, mengingat mereka sudah memiliki tempat pengungsian di Bangladesh. Mereka datang ke Aceh dengan membayar kapal warga Bangladesh, menghindari prosedur resmi.
“Satu orang warga Bangladesh yang kita amankan mengakui ada pembiayaan untuk masuk dan mentransportasi orang-orang ini ke wilayah kita,” tambahnya.
Meskipun belum ada bukti perdagangan manusia, Kapolda yakin bahwa kasus ini terkait dengan penyelundupan manusia. Polda Aceh tetap berkomitmen untuk mencegah konflik antara warga Aceh dan pengungsi Rohingya, mengingat beberapa wilayah di Aceh menolak kehadiran mereka.
“Saat ini pengungsi Rohingya yang mendarat di Aceh ditempatkan sementara di Lhokseumawe, yang tersisa hanya 507 orang dan tujuh orang kabur dari tempat penampungan. Kemudian 341 orang di Kabupaten Pidie tepatnya di Yayasan Mina Raya dan di Desa Kulee sebanyak 232 orang,” tambah Kapolda.