Kisruh Lem Aibon, Wakil Ketua DPRD Jakarta: Benahi Sistem!
Berita Baru, Jakarta – Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2020 mendapatkan sorotan publik setelah terungkapnya beberapa anggaran yang janggal, seperti pembelian lem aibon sebesar Rp82,8 miliar dan pulpen seharga Rp123 miliar.
Temuan kejanggalan tersebut diungkapkan oleh William Aditya Sarana, Anggota DPRD Fraksi PSI. “Beberapa usulan (anggaran janggal) yang saya paparkan itu belum semua. Masih banyak temuan aneh, anggarannya besar tapi tidak bisa diterima akal sehat publik,” ungkapnya di Gedung DPRD Provinsi DKI Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2019.
Menanggapi temuan kejanggalan dalam Rancangan KUA PPAS APBD DKI Jakarta 2020 tersebut, Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, H. Misan Samsuri, berpandangan lain. Menurutnya permasalahan temuan adanya kejanggalan dalam Rancangan Komponen Biaya KUA PPAS ini tidak perlu dibuat gaduh, apalagi menimbulkan disinformasi bagi masyarakat.
“Sekarang ini DPRD lagi membahas Rancangan KUA PPAS, saya ulangi yang sekarang kita bahas itu Rancangan KUA PPAS APBD 2020. Jadi memang sebenarnya kita ini telat membahas APBD 2020. Seharusnya, akhir Juli KUA PPAS sudah disepakati bersama antara Gubernur dan DPRD, tapi karena anggota DPRD 2014 – 2019 tidak selesai membahas jadi beban anggota DPRD periode berikutnya,” terangnya.
“Karena masih sifatnya rancangan, masih panjang tahapan yang harus dilalui sebelum APBD 2020 disahkan. Jadi setelah ada kesepakatan bersama terkait Rancangan KUA PPAS baru Gubernur membuat surat edaran penyusunan RKA SKPD/UPKD, dan setelah itu barulah disusun Rancangan APBD 2020,” lanjutnya.
“Jadi apa yang disampaikan oleh teman-teman dari PSI data yang masih sangat prematur. Apalagi kan mereka memiliki anggota fraksi di setiap komisi, jika ada data-data yang perlu diklarifikasi silakan melakukan klarifikasi dalam rapat kerja DPRD,” tambahnya.
“Selain itu, dari hasil klarifikasi Dinas Pendidikan dalam rapat kerja dengan komisi E, kita jadi tahu bahwa memang selama ini “dummy” (komponen rincian anggaran) biasa digunakan untuk menginput kegiatan yang belum ada rincian komponennya. Jadi memang diisi rincian anggarannya agar pagu anggaran kegiatannya bisa masuk,” terangnya.
“Jadi dengan kegaduhan ini, kita jadi tahu ada kelemahan dalam sistem e-budgeting yang perlu di-upgrade. Sistemnya sudah bagus, tapi masih diinput manual dan bisa diakali. Kita maunya kedepan praktek-praktek seperti ini tidak terjadi lagi,” ungkapnya.
“Saya juga meminta kepada teman-teman anggota dewan yang baru, agar mau belajar dan bertanya. Jangan bikin kegaduhan di masyarakat. Gunakan hak kita sebagai anggota dewan. Jika sudah klarifikasi baru kita sampaikan apa yang terjadi kepada masyarakat,” pungkasnya. [Badri]