TKDD dan Kesejahteraan Daerah
Penulis : Dita Nurul Aini Mustika Dewi *
Konsekuensi dari kebijakan otonomi daerah adalah desentralisasi fiskal berupa alokasi anggaran transfer ke daerah (TKD). TKD bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan fiskal daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Semenjak lahirnya UU Desa No. 6 Tahun 2014, pemerintah pusat mengalokasikan anggaran transfer langsung ke desa sebagai upaya peningkatan kesejahteraan berupa Dana Desa (DD). TKDD yang selama ini dilakukan antara lain Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Insentif Daerah (DID), dan Dana Desa (DD). Ada pula TKDD karena amanat peraturan dan perundang-undangan yaitu Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) untuk Aceh, Papua dan Papua Barat, serta Dana Keistimewaan Yogjakarta (DAIS).
Perkembangan Realisasi Dana Transfer Daerah
Secara konseptual desentralisasi fiskal memberikan kekuatan, kekuasaan dan kewenangan yang fleksibel bagi pemerintah daerah dalam mengeksplorasi sumber daya yang dimiliki. Transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebagai salah satu sumber pendapatan yang berperan sebagai motor perekonomian daerah. Program dan kegiatan akan lebih efektif dengan adanya pembiayaan yang bersumber dari TKDD.
Gambar 1. Perkembangan TKDD dan proporsi TKDD terhadap total Belanja Negara
Dalam beberapa tahun terakhir, TKDD mengalami fluktuasi karena adanya penyesuaian pada penerimaan negara dan juga fenomena perekonomian global. Penurunan tajam terjadi pada saat pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak 2020. Realokasi anggaran untuk penanganan COVID-19 diiringi dengan kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat melalui PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) menurunkan kinerja realisasi TKDD.
Aspek pendidikan, kesehatan dan infrastruktur menjadi fokus utama pembiayaan TKDD sebagai pengejewantahan visi dan misi pembangunan nasional yaitu peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pengunaan TKDD saat ini lebih banyak diarahakan pada program pemulihan ekonomi krisis pandemi COVID-19. Investasi menjadi salah satu sasaran tembak TKDD melalui peningkatan sistem pelayanan investasi daerah sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi daerah. Dada Desa digenjot sebagai motor penggerak pemulihan ekonomi desa melalui BLT Desa dengan program yang bertajuk “aksi desa mana COVID-19”. Selain itu, arah kebijakan TKDD juga diharapkan dapat digunakan untuk mendorong pemberdayaan UMKM dan perlindungan sosial. Dengan demikian, daerah berkewajiban untuk menggunakan TKDD secara efektif dan efisien dalam meningkatkan kualtas SDM, mendorong usaha UMKM, menciptakan desa-desa yang sehat dan juga infrastruktur prioritas sebagai konektivitas antar daerah.
PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN DI DAERAH
Program pembangunan melalui TKDD pada umumnya mengarah pada peningkatan kesejahteraan terutama pada penignkatan SDM daerah. IPM menjadi salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan program-program yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Penggunaan TKDD yang efektif tentu akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dapat terukur pada kualitas SDM yang semakin baik.
Jika dilihat berdasarkan data, IPM nasional pada 2020 telah mencapai 71,94 dengan peertumbuhan yang sedikit melambat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Jika dilihat lebih detail, indeks kesehatan terjadi perlambatan pertumbuhan. Kejadian serupa juga terjadi pada indeks pendidikan dan ekonomi. Pandemi COVID-19 memberikan tekanan yang besar pada dimensi kesehatan yang berdampak pada kualitas pendidikan hingga pada kondisi perekonomian seluruh masyarakat Indonesia. Perlambatan pertumbuhan palinga parah terjadi pada aspek ekonomi yaitu standar hidup layak yang mengalami penurunan hingga -2,53.
Perlambatan peningkatan kesejahteraan nasional direspon dengan perlambatan pembangunan di daerah. Dari 34 provinsi se- Indonesia hanya terdapat 11 provinsi yang memiliki rata-rata IPM lebih tinggi atau setidaknya setara dengan IPM nasional. Sedangkan 23 provinsi lainnya memiliki nilai IPM yang berada di bawah garis IPM nasional. Papua masih menjadi provinsi dengan nilai terendah yaitu 60,44. Terdapat 10 provinsi yang mengalami penurunan nilai IPM dan terdapat 4 kabupaten/kota yang mengalami penurunan status IPM dari sangat tinggi menjadi tinggi, serta dari tinggi menjadi sedang, sepanjang 2020.
Data dan fakta menunjukkan bahwa selama pandemi penurunan TKDD juga berdampak pada penurunan kesejahteraan masyarakat. Daerah masih tergantung pada TKDD dalam pembangunan, dan belum bisa mengoptimalkan penerimaan TKDD sebagai motor penggerak perekonomian. Penurunan dimensi ekonomi yang tinggi menggambarkan bahwa, kebijakan pemulihan ekonomi baik ditingkat nasional maupun daerah belum berjalan secara efektif. Perlu adanya strategi khusus dalam mengoptimalkan TKDD sebagai daya ungkit perekonomian nasional.
Beberapa langkah yang harus ditempuh oleh pemerintah adalah dengan menerapkan konsep pembangan daerah yang inklusif dan berkelanjutan. Langkah kongkrit yang bisa dijalankan oleh pemerintah pada jangka pendek adalah memberikan insentif fiskal pada pelaku UMKM daerah untuk membangkitkan perekonomian masyarakat kecil. Insentif fiskal tidak hanya diwujudkan dalam bentuk bantuan modal, tapi juga bantuan peningkatan skill dan daya saing produk melalui pelatihan serta sertifikasi. Selain itu TKDD juga bisa dianggarkan untuk program yang dapat meningkatkan investasi pada UMKM lokal, sebagai upaya memperluas penciptaan lapangan pekerjaan. Kerja kolaborasi juga diperlukan untuk memperkuat konektivitas antar daerah sehingga bisa membentuk sentra pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
*Executive secretary TRI, Asisten Profesor Universitas Brawijaya – Malang, Dosen FEB Universitas Nasional – Jakarta