Muhammadiyah: Presiden Terbuka Terhadap Opsi Penundaan Pemberlakuan UU Cipta Kerja
Berita Baru, Jakarta – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyebutkan Presiden Joko Widodo terbuka untuk opsi revisi atau penundaan pemberlakuan UU Omnibus Law Cipta Kerja meski tidak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
Jajaran PP Muhammadiyah juga telah melakukan pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu (21/10).
Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) PP Muhammadiyah Trisno Raharjo, mengungkapkan Muhammadiyah saat itu memberikan pandangan dan usulan kepada presiden terkait UU Cipta Kerja yang beberapa perumusannya belum sesuai dengan tujuan pembentukannya.
Ia mencontohkan dengan aturan soal bank tanah, lembaga pengelola investasi yang dapat menyebabkan hilangnya aset negara, dan pengelolaannya yang tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum.
Selain itu juga menyangkut mudahnya tenaga Kerja Asing masuk ke Indonesia, pola kemitraan UMKM yang justru dapat menjadikan para pelaku usaha tersebut tidak mandiri dan berkembang.
Untuk itu, lanjut Trisno, PP Muhammadiyah mengusulkan tiga opsi. Pertama, pembatalan UU Cipta Kerja. Kedua, revisi UU cipta Kerja. Ketiga, penundaan penerapan UU tersebut setelah disahkan.
“Presiden cenderung mempertimbangkan opsi revisi atau penundaan, dan akan mengkajinya melalui tim yang mengevaluasi muatan materi UU Cipta Kerja,” terang Trisno.
Menurut Trisno, Presiden bisa saja menunda pemberlakuan UU tersebut, baik seluruh maupun sebagian dari pasal-pasalnya.
“Jika seluruhnya akan ditunda, maka perlu dikeluarkan Perppu penundaannya,” ucap Trisno.
“Jika presiden berkomitmen menunda namun tidak mengeluarkan Perppu, maka harus disampaikan ke publik,” imbuhnya.
Trisno menjelaskan bahwa Presiden akan melibatkan semua pihak, termasuk PP Muhammadiyah untuk penyusunan Peraturan Pemerintah (PP), jika nantinya opsi revisi yang dipilih.
Meski telah memberikan masukan ke Presiden, Trisno menyatakan bahwa Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) juga masih menjadi pilihan PP Muhammadiyah.
Ia mengaku PP Muhammadiyah telah menerima draf resmi dari Pemerintah, setebal 1.187 halaman. Dari naskah resmi tersebut, pihaknya akan melakukan kajian.
Ia juga mengaku akan mencermati kemungkinan keberadaan pasal-pasal selundupan dalam UU yang telah diketok palu pada 5 Oktober lalu tersebut. Mengingat, pihaknya juga mendapatkan salinan draft setebal 812 halaman yang diserahkan DPR ke pemerintah.
“Kami akan melakukan kajian sebelum 5 November. Kami upayakan untuk memberikan masukan kembali ke pemerintah,” pungkasnya.