Ratusan Dokter Jatim Positif Covid-19, IDI: Cerminan Beban Berat Petugas Kesehatan
Berita Baru, Jawa Timur — Ratusan tenaga kesehatan, mulai dokter hingga perawat, di Jawa Timur dilaporkan terkonfirmasi positif Covid-19. Puluhan di antaranya telah dinyatakan meninggal dunia.
Berdasarkan catatannya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur, dr. Sutrisno mengatakan saat ini ada 84 lebih dokter yang terinfeksi Covid-19.
“20 meninggal dunia,” kata Ketua IDI Jawa Timur, dr. Sutrisno, Kamis (16/7).
Menurutnya, 84 dokter yang terkonfirmasi positif tersebut baru sebagian karena pihak IDI Jatim belum mendapat laporan keseluruhan yang positif Covid-19 di Kota Surabaya.
“Ini belum masuk Surabaya. Lebih 120, lebih,” ujarnya.
Sutrisno mengungkapkan, penyebab laporan dari Kota Surabaya belum diperoleh karena rumah sakit di Kota pahlawan cukup banyak, sehingga proses pelaporan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Bagi Sutrisno, banyaknya dokter yang terpapar Covid-19 merupakan cerminan dari beratnya kondisi yang tengah di hadapi petugas kesehatan. Bahkan, lanjutnya, ada rumah sakit yang telah membatasi pelayanan, lantaran dokternya terinfeksi.
“Artinya sekarang ini bebannya berat. Memang ada RS menghentikan pelayanan. Karena memang positif dokternya,” tegas Sutrisno.
Meski begitu, kata dia, sejauh ini kondisi tersebut masih bisa teratasi. Dokter dan perawat di Jatim pun secara jumlah dan tenaga, masih memadai untuk melakukan penanganan.
Selain itu, sistem rujukan tengah dalam proses pembenahan agar proses redistribusi pasien bisa merata dan beban tenaga medis bisa terbagi serta diminimalkan.
Sementara menurut Ketua DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur, Nursalam mengatakan sudah ada 334 perawat yang terkonfirmasi positif Covid-19, 13 di antaranya meninggal dunia.
Nursalam menuturkan banyaknya perawat yang terkonfirmasi merupakan dampak dari melonjaknya pasien yang positif Covid-19, sehingga resiko tertular juga sangat tinggi.
“Banyak pasien yang periksa dan menjalani pelayanan di puskesmas atau rumah sakit tanpa gejala (OTG), dengan kasus bukan Covid-19. Sehingga protokol kesehatan (penggunaan APD) belum sesuai,” ujarnya.
Faktor lain, kata dia, yakni belum terealisasinya penataan dan pengelolaan jam kerja, beban kerja, kedisiplinan dalam APD, dengan baik.
“Lalu pemenuhan kebutuhan dasar termasuk kesejahteraan, termasuk insentif yang sampai sekarang belum terealisasi di Jatim,” jelasnya.
Tidak hanya itu, pelaksanaan swab PCR kepada perawat juga belum dilakukan secara masif dan berkala setiap 14 hari. Padahal, lanjut Nursalam, hal itu penting untuk deteksi awal serta melindungi perawat dan masyarakat atau pasien dari risiko penularan.