Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Wapres Ma'ruf Amin dalam forum Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang mengangkat tajuk Membangun Landasan Fiqih untuk Perdamaian dan Harmoni Global di Shangri-La Hotel, Surabaya, Senin (6/2/2023).
Wapres Ma’ruf Amin dalam forum Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang mengangkat tajuk Membangun Landasan Fiqih untuk Perdamaian dan Harmoni Global di Shangri-La Hotel, Surabaya, Senin (6/2/2023).

Wapres Dorong Negara Berkembang Dapat Menjadi Anggota Tetap DK PBB



Berita Baru, Jakarta – Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres) Ma’ruf Amin, menekankan bahwa negara-negara berkembang harus diberikan kesempatan yang sama dengan negara maju dalam Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Menurutnya, negara berkembang seharusnya memiliki hak yang sama untuk menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

“Perjanjian Internasional yang ditetapkan PBB tidak sedikit yang dilanggar sehingga sering kali terjadi konflik antarnegara,” kata Wapres Ma’ruf Amin dalam forum Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang mengangkat tajuk Membangun Landasan Fiqih untuk Perdamaian dan Harmoni Global di Shangri-La Hotel, Surabaya, Senin (6/2/2023).

“Oleh karena itu PBB harus diperkuat dengan memberikan kesetaraan hak antaranggota, dan menambah representasi sebagai anggota tetap Dewan Keamanan, yang mempunyai hak veto dari negara berkembang,” ucapnya.

Wapres mencontohkan, konflik internasional yang menjadi sorotan seperti pendudukan Israel di Palestina, serangan multinasional ke Irak, perang Rusia-Ukrania yang berdampak secara global.

Oleh sebab itu, Wapres mendorong supaya forum-forum Internasional seperti hari harus lebih sering diadakan agar wacana perdamaian dunia bisa diwujudkan.

“Dalam membangun peradaban penting untuk membangun kesadaran bahwa manusia adalah wakil Allah di bumi. Diberi mandat untuk mengelola dan membangun bumi beserta peradabannya,” ujarnya.

Saat membuka forum Muktamar Fikih, Ma’ruf mengatakan, ilmu fikih haruslah mampu merespons dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.

“Ilmu fikih harus dapat menyesuaikan dan berkarakteristik dinamis menerima perkembangan zaman,” jelasnya.

Menurutnya, keniscayaan akan fatwa baru penting lantaran sumber hukum utama, Al Quran dan Hadits sangat terbatas, sementara permasalahan baru dan terbarukan datang silih berganti.

“Orang yang berpikir bahwa hukum tidak bisa berubah maka bisa dipastikan orang itu tidak memahami Islam itu sendiri,” kata eks Rais Aam PB Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.

Dalam hal ini, terang dia, NU sebetulnya sudah lama mengadopsi fleksibilitas dan pemikiran Islam. Itu dilakukan pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Lampung pada 1992 silam.

Tak hanya itu, lanjut dia, pertemuan itu juga mendefinisikan karakteristik NU yang moderat dan berbasis metodologi. Oleh karena itu, NU bisa mengemukakan metodologi global dan terkini.

“Karena kami sadar bahwa membangun peradaban itu penting. Manusia bertugas untuk mengelola peradaban dunia dan bertanggung jawab memakmurkan bumi,” ujar Wapres.