Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Untung Rugi Indonesia Gabung ke BRICS
(Foto: Bussines Day)

Untung Rugi Indonesia Gabung ke BRICS



Berita Baru, Jakarta – Setelah KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, Indonesia mendapat sorotan terkait ketidaktermasukannya dalam daftar negara anggota baru yang diumumkan.

Menurut informasi yang baru dirilis, enam negara seperti Arab Saudi, Argentina, Mesir, Ethiopia, dan Iran akan bergabung dengan kelompok ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) mulai 1 Januari 2024 mendatang.

Namun, dalam rilis resmi yang dilakukan usai menghadiri KTT BRICS, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa Indonesia tidak ingin tergesa-gesa dalam hal ini.

“Kita ingin mengkaji terlebih dahulu, mengkalkulasi terlebih dahulu, kita tidak ingin tergesa-gesa,” ujar Presiden Jokowi, Kamis (24/8/2023).

Salah satu proses yang perlu dilalui untuk menjadi anggota baru BRICS adalah mengirim surat expression of interest atau surat ketertarikan. Meskipun demikian, Jokowi menjelaskan bahwa Indonesia belum mengirimkan surat tersebut.

Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga, memberikan pandangannya terhadap potensi keuntungan jika Indonesia memutuskan untuk bergabung dengan BRICS. Ia menyoroti bahwa keanggotaan ini akan memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk memperluas pasar nontradisional ke wilayah Afrika hingga Amerika Latin.

“Ada region baru, kita bisa namakan nontradisional, ada Brasil di Amerika Latin, ada Afrika Selatan di Afrika. Itu bisa jadi pintu masuk untuk eksplorasi yang belum,” katanya.

Namun, dalam pandangan ekonomi Jerry, fokus dari keanggotaan ini akan berbeda dengan keanggotaan Indonesia di ASEAN, APEC, atau G20. Ia juga menyinggung soal wacana masuknya dua negara berinisial “I” dalam BRICS, yakni India dan Indonesia.

Sementara itu, Andry Satryo Nugroho, Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), berpendapat bahwa eksistensi BRICS belum jelas dan memiliki tujuan yang belum terdefinisi dengan baik. Ia juga meragukan apakah BRICS akan benar-benar memberikan manfaat bagi anggotanya.

“Anda melihat China ingin membuktikan bahwa dia adalah kekuatan baru di global, tentunya dengan kekuatan baru tersebut dan kondisi yang ada saat ini China ingin membuktikan bahwa suporternya di belakang itu banyak, termasuk agenda-agenda anti-Barat jika dilihat dari anggota barunya yang masuk, seperti Iran,” ujarnya dikutip dari CNNIndonesia.com.

Andry juga menyatakan bahwa BRICS belum memiliki kekuatan untuk membuat keputusan diskriminatif terhadap negara-negara nonanggota. Ia juga mengkritisi New Development Bank (NDB) milik BRICS yang menurutnya belum setara dengan lembaga keuangan global lainnya.

Dalam rangkaian pendapat yang disampaikan, Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), juga memberikan pandangan skeptis mengenai keseragaman keputusan di dalam BRICS. Ia mencatat bahwa negara-negara anggota BRICS seringkali memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan perbedaan pandangan yang mempengaruhi dinamika kelompok ini.

Di akhir berita, Faisal menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk memberikan warna dan suara baru di BRICS, serta untuk menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang di tengah dominasi kelompok negara maju seperti G7 dan OECD.