Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Debat KPU
Kantor Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). (Foto: Istimewa)

TePI Indonesia Soroti Kinerja KPU dan Bawaslu terkait Keterwakilan Perempuan di Pemilu



Berita Baru, Jakarta – Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) menggelar diskusi media pada Minggu (12/11/2023) tentang pembiaran dan peniadanya norma oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait persyaratan minimal 30% perempuan dalam Daftar Calon Tetap (DCT) untuk Pemilihan Umum DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Nurlia Dian Paramita, Koordinator JPPR, menegaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap syarat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dalam DCT 2024 menunjukkan pengkhianatan terhadap undang-undang.

“Kesempatan perempuan untuk memimpin harus terus didorong dengan segala konsekuensinya. Dengan demikian akan membawa kesempatan hidup pemilih yang jauh beradab dan progresif ke depan,” kata Nurlia.

Kaka Suminta, Sekjen KIPP, menilai bahwa penyalahgunaan logika matematika dalam memenuhi persyaratan minimal 30% perempuan adalah bentuk pembangkangan terhadap undang-undang. “Ini adalah pembangkangan terhadap undang-undang, dengan dalil logika matematika, logika pembulatan yang justru bertentangan dengan angka matematis dari makna minimal 30% perempuan itu sendiri,” tegas Kaka.

Alwan Ola Riantoby, Direktur Kata Rakyat, menyatakan bahwa sikap KPU yang cenderung berpihak kepada kepentingan partai politik dapat merusak kredibilitas Pemilu 2024. “Keterwakilan perempuan dalam politik hanya menjadi afirmasi semu karena KPU dan partai politik tidak mengutamakan keterlibatan dan keterpilihan perempuan,” ungkap Alwan.

Neni Nur Hayati, Direktur DEEP, menyoroti dampak imbauan surat dinas KPU terhadap partai politik yang mengabaikan affirmative action 30% keterwakilan perempuan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dia mengatakan, “KPU tidak menindaklanjuti secara serius putusan Mahkamah Agung melalui revisi PKPU Pencalonan, hal ini sangat disayangkan karena semakin melemahkan gerakan perempuan di politik.”

Mike Verawati, Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia, menegaskan bahwa hasil DCT yang tidak memenuhi syarat 30% keterwakilan perempuan menunjukkan lemahnya itikad KPU. “Hal ini semakin menunjukkan bahwa Pemilu 2024 kemungkinan akan gagal memastikan indeks demokrasi dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan,” ujar Mike.

Rendy Umboh, Peneliti Senior TePI, menegaskan perlunya penegakan hukum terkait pelanggaran dalam pencalonan. “Ada pelanggaran terhadap norma yang jelas diatur dalam UU Pemilu dan PKPU 10/2023. Ketika KPU telah melakukan kesalahan, pelanggaran administrasi harusnya diproses,” tegas Rendy.