Sistem Kesehatan Indonesia Diprediksi Kuwalahan Hadapi COVID-19
Berita Baru, Internasional – Para ahli kesehatan memperingatkan bahwa Indonesia akan menjadi episentrum baru pandemi corona virus disease 2019 atau COVID-19, menurut data yang dianalisis dan dilaporkan oleh Reuters.
Di sisi lain Indonesia memiliki defisit yang signifikan terkait ketersediaan kamar perawatan pada rumah sakit, staf medis, dan fasilitas medis.
Centre for Mathematical Modelling of Infectious Diseases atau Pusat Pemodelan Matematika untuk Penyakit Menular yang berbasis di London, merilis hasil kajian pada hari Senin (23/3) memperkirakan bahwa hanya 2% dari infeksi coronavirus di Indonesia telah dilaporkan.
“Jumlah (kasus_red.) sebenarnya adalah sebanyak 34.300 kasus, yang berarti jauh lebih banyak dari Iran”. Kata mereka dikutip dari Reuters.
Reporter Reuters Tom Allard dan Stanley Widianto juga menuliskan adanya pemodel lain yang memproyeksikan bahwa jumlah kasus COVID-19 di Jakarta dapat meningkat hingga 5 juta kasus pada akhir April. Hal ini dihitung dengan skenario terburuk.
Sementara itu Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Ascobat Gani menyebut Indonesia telah kehilangan kendali, karena potensi virus corona telah menyebar di mana-mana.
“Mungkin kita akan mengikuti Wuhan atau Italia. Saya pikir kita berada dalam kisaran itu”. Kata ekonom kesehatan masyarakat tersebut.
Namun juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, Achmad Yurianto mengatakan dampak virus tidak akan separah (yang diprediksikan_red.) itu.
“Kami tidak akan seperti itu. Yang penting kita terus menghimbau masyarakat untuk physical distancing”. Kata pejabat senior Kementerian Kesehatan itu, menanggapi perbandingan wabah di Italia dan Cina.
Defisit Fasilitas Kesehatan
Sistem kesehatan Indonesia sangat buruk dibandingkan dengan negara lain yang terkena dampak Covid-19.
Menurut data Kementerian Kesehatan, negara berpenduduk lebih dari 260 juta orang ini hanya memiliki 321.544 tempat tidur perawatan pada rumah sakit. Artinya hanya ada sekitar 12 tempat tidur perawatan per 10.000 orang.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Korea Selatan memiliki 115 per 10.000 orang.
Pada 2017, WHO menemukan bahwa Indonesia hanya memiliki empat dokter per 10.000 orang. Italia memiliki 10 kali lebih banyak, berdasarkan per kapita. Korea Selatan memiliki dokter enam kali lebih banyak.
Lagi-lagi pemerintah berdalih. Menurut Yurianto, jika kebijakan physical distancing diterapkan masyarakat, maka tidak perlu ada tambahan tempat tidur perawatan di rumah sakit dan juga tenaga kesehatan.
Budi Haryanto, seorang ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia mengatakan secara terbuka bahwa rumah sakit yang ada saat ini tidak siap menangani wabah dan kasus-kasus penyakit potensial
“Rumah sakit tidak siap untuk mendukung kasus-kasus potensial. Perawatan akan terbatas”. Katanya, dikutip dari Reuters.
Meskipun hanya ratusan orang yang dirawat di rumah sakit karena coronavirus, dokter mengatakan bahwa sistem kesehatan sudah mulai kuwalahan.
Banyak tenaga medis tidak dilengkapi peralatan pelindung. Bahkan seorang dokter menuturkan kepada Reuters bagaimana ia harus mengenakan jas hujan karena tidak ada baju pelindung untuk digunakan.
Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI), hal ini menunjukkan bahwa pengendalian infeksi yang diterapkan di rumah sakit dan klinik sangat buruk. Sehingga delapan dokter dan satu perawat telah meninggal dunia karena virus korona.
Di Italia, di mana ada 7.503 kematian akibat virus korona, hanya 23 dokter yang meninggal.
Pemerintah mengatakan pekan ini mereka telah memasok 175.000 set alat pelindung diri (APD) baru untuk tenaga medis yang akan didistribusikan di seluruh penjuru negeri.
Wisma Atlit Kemayoran Jakarta telah difungsikan sebagai Rumah sakit darurat baru dengan kapasitas hingga 24.00 pasien. Dokter dan tenaga medis telah dijanjikan bonus dan 500.000 alat tes cepat telah tiba dari China.
Di sisi lain sistem kesehatan Indonesia sangat terdesentralisasi, sehingga sulit bagi pemerintah pusat untuk mengoordinasikannya secara cepat, apalagi dengan luasnya geografi yang terdiri dari 19.000 pulau yang membentang sepanjang 5.100 km.
Kurangnya ruang perawatan intensif atau intensive Care unit (ICU) juga mengkhawatirkan para ahli, terutama karena negara ini memasuki musim puncak demam berdarah.
Archie Clements, spesialis kesehatan masyarakat dari Universitas Curtin Perth, menyatakan bila terinfeksi virus corona cepat ditangani ke ruang ICU maka potensinya sangat besar untuk selamat. Namun jika tidak segera dirawat di ICU, sangat berpotensi meninggal dunia.
“Jika Anda tidak membawanya ke ICU dan membawanya dengan ventilator, maka mereka akan mati”. Tuturnya.
Sebuah studi dalam jurnal Critical Care Medicine pada Januari, membandingkan jumlah ruang ICU untuk orang dewasa di negara-negara Asia menggunakan data 2017. Studi tersebut menemukan bahwa Indonesia hanya memiliki 2,7 ruang ICU per 100.000 orang. Hal ini memposisikan Indonesia sebagai yang terendah di wilayah Asia. [Hp]