Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Sakit Jantung
Bersikap sinis dan memedam amarah dinilai berpotensi terhadap penyakit jantung, Sumber : Dailymail.co.uk

Sinis Berpotensi Memicu Sakit Jantung



Berita Baru, Amerika Serikat – Orang yang sinis ternyata lebih mungkin untuk mengalami penyakit jantung daripada mereka yang marah atau agresif dalam situasi stres.

Dilansir dari Dailymail.co.uk, orang sinis lebih mungkin berpotensi mengidap penyakit jantung karena pikiran negatif yang terus-menerus. Hal ini dari pikiran mereka terhadap situasi stres yang mereka alami.

Pada kebanyakan individu dan kasus, situasi stres memicu respon diri “lawan atau lari dari kenyataan”, tetapi jika peristiwa yang sama terjadi lagi, respon tubuh terhadap situasi akan berkurang.

Namun ada beberapa individu yang sangat skeptis dan selalu menanggpi rangsangan lingkungan sekitar. Hal ini membuat individu berpotensi mengalami stres tingkat tinggi lagi.

Penelitian sebelumnya telah membuktikan stres psikologis menyebabkan ketegangan fisiologis seperti penyakit jantung misalnya.

Penelitian baru menunjukkan bahwa orang-orang sinis lebih terpengaruh oleh situasi stres yang terjadi, daripada orang-orang yang menanggapi dengan cara amarah atau agresif.

Sebuah tim peneliti AS mengamati tiga bentuk dari rasa permusuhan yaitu, secara emosional, secara perilaku dan secara kognitif. Dan hal ini terkait dengan peningkatan risiko penyakit.

Dari studi sebelumnya yang diterbitkan dalam jurnal Psychophysiology, menemukan hal yang terakhir menimbulkan bahaya terbesar.

Penulis utama Alexandra Tyra, seorang kandidat doktor di bidang psikologi dan ilmu saraf di Baylor University di Texas, mengatakan: “Permusuhan secara sinis … terdiri dari keyakinan, pikiran, dan sikap negatif tentang motif, niat, dan kepercayaan orang lain”. Pada Senin, (16/11)

“Hal Ini bisa dianggap seperti kecurigaan, kurangnya kepercayaan atau keyakinan sinis tentang orang lain”

“Temuan ini mengungkapkan kecenderungan yang lebih besar untuk terlibat dalam permusuhan secara sinis. Ini tampaknya sangat relevan dalam iklim politik dan kesehatan saat ini. Hal ini dapat berbahaya tidak hanya untuk respons stres jangka pendek kita tetapi juga kesehatan jangka panjang kita” tambah Tyra.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa stres sama buruknya dengan kelebihan berat badan, merokok, dan memiliki kolesterol tinggi pada tubuh.

“Ketika Anda dihadapkan pada hal yang sama beberapa kali, hal baru dari situasi itu hilang, dan Anda tidak memiliki respons sebesar yang Anda lakukan pertama kali. Ini adalah suatu reaksi tanggapan yang sehat” ungkap Tyra

“Tetapi pada orang sinis, tubuh secara fisik bereaksi dengan cara yang sama berulang kali.

“Tentunya hal Ini tidak sehat karena meningkatkan tekanan pada sistem kardiovaskular kita dari waktu ke waktu,” tambah Tyra.

Para peneliti melakukan tes stres yang masing-masing berlangsung 15 hingga 20 menit pada sekitar 196 peserta selama dua sesi dalam waktu 7 minggu.

Mereka juga menyelesaikan jawaban skala psikologis standar untuk mengukur kepribadian dan temperamen individu. khususnya tingkat permusuhan yang mewakili watak seseorang terhadap sifat sinisme dan kebencian kronis.

Pada bagian stres psikologis dari studi tersebut, peserta diberi waktu lima menit untuk membuat pidato selama lima menit untuk membela diri dari dugaan pelanggaran yang diciptakan, berupa pelanggaran lalu lintas atau mengutil. Mereka diberitahu bahwa itu akan direkam dan dievaluasi.

“ Metode sosial dan evaluasi diri ini dirancang untuk meningkatkan pengalaman stres individu dan telah divalidasi dalam penelitian sebelumnya” ungkap Tyra.

Para relawan kemudian diminta untuk melakukan uji aritmatika mental selama lima menit, yang sedikit berbeda polanya dalam setiap kunjungan. Denyut jantung dan tekanan darah dicatat setiap dua menit selama setiap fase pengujian.

Faktanya, penyakit jantung dan masalah peredaran darah menyebabkan lebih dari seperempat dari semua kematian di Inggris, atau hampir 170.000 setiap tahun.

Mereka (penyakit jantung) adalah penyebab kematian terbesar di seluruh dunia, merenggut sekitar 18 juta nyawa setiap tahunnya.