Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ramadan ke-25: tak Kenal maka tak Sakau

Ramadan ke-25: tak Kenal maka tak Sakau



Berita Baru, Ramadan – Segalanya memiliki permulaan. Tidak terkecuali adalah perjalanan spiritual dan menurut Oman Fathurahman, tangga awal rohani seseorang adalah al-Mu’ayanah (pengenalan).

Seperti disampaikannya pada Jumat (7/5), al-Mu’ayanah—sebagai #TanggaRuhani ke-83—mendahului apa pun. Untuk sampai pada suatu tujuan (Allah), kita diandaikan untuk punya tujuan dan lebih darinya, kita harus kenal dulu apa serta bagaimana tujuan tersebut.

“Baru setelah kita kenal, di situlah kita akan memulai perjalanan,” kata Oman.

AL-Mu’ayanah hadir dengan tiga tahapan, yakni mengamati dengan mata sekalian memproses dengan akal sehat, meresapi dengan hati, dan akhirnya sampailah pada level “mengenali” dengan roh.

Melalui al-Mu’ayanah, Oman melanjutkan, seseorang berkemungkinan besar untuk merasakan #TanggaRuhani ke-84 al-Hayah. Istilah ini tidak saja merujuk pada “hidup” dalam arti mainstream tetapi lebih pada “hidup” yang berkualitas, hidup yang tidak seperti mati.

Maksud dari hidup berkualitas adalah hidup yang dilandasi dengan ilmu dan iman. Bagaimana hidup kita ditentukan oleh sejauh mana kita memiliki ilmu.

Ilmu di sini berperan penting dalam membentuk perilaku kita sebagai manusia dan sejarah hidup kita bukanlah apa pun kecuali rentetan dari perilaku-perilaku.

“Sebenaranya pada titik inilah, dengan ilmu dan iman, kita bisa menyebut, hidup kita ini disertai dengan cahaya hakikat,” jelas Oman.

Menjalani hidup dengan ilmu dan iman bukan tanpa efek samping. Ia bisa berakibat pada #TanggaRuhani ke-85 al-Qabd, yaitu perlindangan alami dari semesta, Allah.

Ketika kita selalu menggunakan ilmu dan iman dalam hidup, maka di situlah kita akan selalu dijaga oleh satu mekanisme yang puncaknya adalah Tuhan.

Selain mendapatkan proteksi khusus dari Yang Terkhusus, dengan al-Hayah kita juga akan lebih terbuka untuk mendapatkan #TanggaRuhani ke-86 al-basth. Al-Basth adalah satu kondisi atau hakikat ketika kita bisa benar-benar merasa lapang atau menerima apa saja yang menimpa kita.

Mereka yang bisa bersikap demikian hanyalah orang yang terbiasa dengan akal sehat dan iman yang mendalam ketika menghabiskan waktu sehari-harinya. Di depan manusia, biasanya mereka menampilkan sesuatu yang sama sekali biasa, layaknya orang biasa, tetapi di hadapan Tuhan, mereka teramat spesial.

Di tahap lebih spesifik, perpaduan dari beberapa hakikat di muka bisa membimbing seseorang untuk sampai pada sakau spiritual. Oman membedakan ekstase ini menjadi dua secara umum, yakni #TanggaRuhani ke-87 al-Sukr dan ke-88 al-Sahw.

Pertama merujuk pada hilangnya rasa seseorang karena tergeser oleh Yang Maha Rasa yang tengah mencuri hatinya. Ia seolah kebanjiran kebahagiaan akibat cintanya yang direspons oleh-Nya, sehingga “rasa” dalam dirinya sendiri kalah dan lenyap.

Adapun kedua lebih pada pasca-badai atau setelah sakau. Kondisi di tahap ini sama sekali tenang, seolah seseorang sudah bisa mendamaikan gejolak antara rasa—dengan r kecil—dan Rasa, sehingga ia mampu berjalan dengan selalu bersama Tuhan.

Al-Sahw bagaimanapun lebih tinggi ketimbang al-Sukr,” pungkas Oman.