Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PB PMII : Kemenlu Harus Tegas dalam Jaga Kedaulatan di Natuna
Yanju Sahara Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Jaringan Internasional PB PMII

PB PMII : Kemenlu Harus Tegas dalam Jaga Kedaulatan di Natuna



Berita Baru, Jakarta – Ketegangan antara Indonesia dan China kembali memanas. Setelah Diplomat China mengirimkan surat resmi kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan tegas meminta Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas alam yang di klaim lokasinya berada di wilayah Laut China Selatan.

Sedangkan hasil konvensi PBB tentang Hukum Laut menyebutkan bahwa ujung selatan Laut China Selatan adalah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia yang sekarang dinamai Laut Natuna Utara. Akan tetapi China keberatan dengan perubahan nama tersebut dan bersikeras bahwa Laut Natuna Utara dalam klaim teritorialnya Laut China Selatan yang disebut Nine Dash Line ditandai dengan sembilan garis putus-putus berbentuk U.

Melihat tindakan provokasi yang terus dilakukan China di wilayah Indonesia, Laut Natuna Utara, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) berharap agar Kementerian Luar Negeri tidak diam dan memberikan respon tegas.

“Kami berharap pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri memberikan sikap yang tegas. Perilaku China ini menjadi catatan Referent Object (sesuatu yang dianggap secara nyata mengancam dan berhak menyatakan diri terancam)” ujar Yanju Sahara Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Jaringan Internasional.

Selain itu pengurus PB PMII juga menitik beratkan bahwa apa yang dilakukan China terhadap Indonesia memiliki urgensi untuk diberikan perhatian. Terlebih terdapat dua aspek exsistensial threat penting.

“Ada dua aspek penting existential threat yang menjadi ancaman serius Indonesia. Pertama, military sector, dan yang kedua yaitu political sector. Pertama, China tidak jarang melangsungkan latihan perang di wilayah laut China selatan. Jika dibiarkan terus, tentu ini tidak fear,” tandas Ketua PB Bidang HI tersebut.

“Kedua, ancaman lain yang paling terlihat adalah soal kedaulatan negara. Apabila benar bahwa surat yang dilayangkan oleh Diplomat China berbau ancaman, tentu ini tindakan yang sangat tidak dapat dibenarkan. Jangan sampai kita menuruti apa yang diminta oleh China sebagaimana isi surat dari Diplomat tersebut,” imbuh Yanju Sahara.

Lebih dari itu, PB PMII juga memberikan pertimbangan bahwa pemerintah Indonesia harus bisa membedah dan membedakan kerjasama dengan China.

“Meskipun Indonesia banyak melakukan kerjasama baik hubungan diplomatik maupun kerjasama ekonomi dengan China, Kementerian Luar Negeri tidak boleh tutup mata dan harus mampu membedakan mana hubungan kerjasama ekonomi dan penegakan kedaulatan negara. Kami menilai bahwa dalam hal ini Kementerian Luar Negeri tidak tegas dalam sikap pengamanan kedaulatan negara. Wilayah Indonesia di Laut Natuna Utara jelas masuk Kawasan ZEE Indonesia,” tandas Yanju.

Ketua PB PMII Bidang Hubungan Luar Negeri dan Jaringan Internasional Yanju Sahara meminta Kementerian Luar Negeri untuk melakukan tindakan emergency action dan pemanggilan Duta Besar China untuk Indonesia agar memberikan klarifikasi secara terbuka.

“Perlu diketahui bahwa Nine Dash Line yang diklaim oleh China merupakan klaim sepihak dan tidak sesuai dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Ini secara tidak langsung illegal secara dasar hukum internasional. Atas dasar ini kami harap pemerintah Indonesia melayangkan surat panggilan kepada Dubes China untuk Indonesia agar memberi klarifikasi atas tindakan negaranya,” pungkas Yanju Sahara.