Pagi Yang Lain | Puisi-Puisi Khalil Satta Èlman
Pagi yang Lain
ada seberkas cahaya,
menyimpan dunia lain.
orang-orangnya tak ada yang
selamat dari gigil
sungai-sungai di dalamnya
lebih bening
dari mata bayi.
pohon-pohonnya
lebih biru
dari masa lalu
tapi dunia paling sunyi!:
burung bisu
kata-kata beku
mulut-mulut dibungkam
sunyi yang lalu
:segalanya hanya obituari
mengenang embun
yang diusir matahari.
Kutub, 2021
Tentang Peminta-minta
kemarau menemukan tempatnya
di bibir mereka.
hujan menemukan ranjangnya
di mata mereka.
tangan-tangan menjulur
dari balik bising kendaraan.
tak ada yang hirau.
dari perut mereka gagak meracau.
Pincuk, 2021
Kredo
aku pernah membuat kredo
tentang segala
mu’jizat sulaiman
yang tersimpan
dalam legam
rambut marlina
juga potongan
jemari perempuan
yang sempat melihat yusuf
dan kredo itu
hanya dapat dibacakan
seorang penyair
yang kata-katanya
belum meninggalkan kepalanya
namun kredo itu
kini sudah pergi
dengan marlinaku yang puisi
dibawa lelaki_selain diriku.
Kutub, 2021
Kekalahan
segala yang kuharap dalam hidup
raib
segala yang kualunkan dalam degup
sirna
hanya kematian yang hinggap
dalam nyanyiku.
Kutub, 2021
Penyair
ketika ia dilahirkan
dari rahim batu karang
_tanpa ketuban
matanya telah menyalin
banyak huruf
dari buku lawas
juga koran bekas
apa yang berharga
dari seorang penyair
_selain puisi?
di perantauan,
lambungnya merawat ceracau
bibirnya miskin dari hujan
pada embus napas terakhir
puisi yang digubah
meminta malaikat
untuk menggiringnya
ke gigir surga
:apa yang istimewa?
Jogja, 2021
Nyanyian dalam Jurang II
jangankan menghendaki
sesabit bulan menyanyikan
lagu cinta dan kerlip bintang
menjadi keroncongnya,
denting harpa pun enggan kubagi
sebab di luar kata-kata
keimanan pada sepi
hanya dianggap tangisan bayi.
kendi-kendi penuh anggur sunyi
kutenggak dengan tangan kenangan
namun, tak ada mabuk
membawa tubuhku,
hanya kudapati benang
berkelindan di antara tubuh
nanar akan masa lalu.
hingga puisi menjelma berhala
dipuja. disembah.
sampai tubuh ini tinggal belulang saja
dan aku menjadi mayat paling sepi
di antara akar yang berhenti
mengejar air.
Kutub, 2021
Talka
seekor laba-laba bersarang di kepalaku
jaringnya menampung segala yang berasal
dari masa lalu. seperti halnya lagu lagu
yang terbuat dari bising kota kota.
aku hendak pindah ke bagian dadamu
karena di sana terdapat sebuah lubang
dan tempat menabuh jantungmu dengan
tenang, pekiknya seperti suara gelas jatuh.
dan laba-laba itu beranak pinak
menjelma:
rindu minta dialamatkan
pilu tak perlu diungkapkan
puisi tak melulu tentang percintaan.
Cabeyan, 2021
Di Atas Tongkang
lautku pecah
kepingnya membunuh sepi
dibilang deru
omongan mesin melebihi mesiu
ahoi,
siapa berlayar ke bulan
bawa arwah ikan-ikan
di gigir pelabuhan
termangu seekor camar
mengamini doa pelacuran
angin sekali gigil sekali
temaram lampu neon
hanyalah tabir kehampaan
seperti puisi ini
hanyalah camilan
bagi pagi seorang pengangguran
dan pada kalimat
yang dibekukan kaku
kuselipkan rindu membatu
gerimis dan asap rokok
berhimpitan
sepasang kekasih bertemu
di ujung dermaga
sekalipun mata sayu
menegeluh pada ramai
yang lusuh
matahari-bulan tetap terkubur
ombak berdebur
Sumenep, November 2021
Khalil Satta Èlman, lahir di Sumenep-Madura, 7 Mei. Menulis puisi dengan dwibahasa, Indonesia – Madura. Saat ini bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yokyakarta (LSKY), dan santri PPM. Hasyim Asy’ari Yogyakarta.