Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Arya Fernandes (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Arya Fernandes (Foto: Ari Saputra/detikcom)

Muncul Dorongan Penundaan Pemilu, CSIS: Gagasan Tidak Demokratis



Berita Baru, Nasional – Wacana penundaan Pemilu 2024 kembali mencuat setelah Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar mengungkapkan usulan tersebut di hadapan awak media.

Ia beralasan penundaan pemilu selama maksimal dua tahun tersebut untuk mengantisipasi hilangnya momentum perbaikan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

“Dari seluruh masukan itu, saya mengusulkan Pemilu 2024 itu ditunda satu atau dua tahun,” ungkap Muhaimin di gedung DPR RI, Rabu (23/2).

Sehari berselang, beritabaru.co mencatat setidaknya ada tiga partai politik yang menyatakan dukungan terhadap usulan penundaan Pemilu 2024 tersebut, yaitu Partai Golkar, Partai Nasdem, dan PAN.

Pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Arya Fernandes menyebut alasan dibalik usulan penundaan pemilu tidak masuk akal.

Pasalnya, alasan penundaan Pemilu 2024 karena kondisi ekonomi, menurutnya sudah tidak relevan, karena saat ini kondisi ekonomi Indonesia telah membaik, bahkan tumbuh 3,69% pada 2021.

“Alasan itu menurut saya celaka, karena ekonomi kita sedang terjadi pemulihan dan semakin membaik. Artinya nggak masuk akal menggunakan alasan itu,” ungkap Arya kepada beritabaru.co, menanggapi alasan yang disampaikan Muhaimin Iskandar.

Selain itu Arya juga menyebut alasan yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan penundaan pemilu, sebagaimana penundaan Pilkada 2020 lalu, hanya jika terjadi keadaan darurat.

“Misalnya penundaan pilkada tahun lalu itu dilakukan karena ada pandemi, sehingga pilkada ditunda beberapa bulan, tidak sampai setahun,” urai Arya.

Selain itu dia juga menekankan bahwa penundaan pilkada tidak berarti harus diikuti dengan perpanjangan jabatan kepala daerah yang sudah habis. 

Hal itu ia tegaskan sebagai koreksi atas usulan penundaan pemilu yang juga disertai perpanjangan masa jabatan presiden.

Menurutnya pembatasan masa jabatan presiden dua periode, dan pelaksanaan pemilu setiap lima tahun sekali itu merupakan produk dari reformasi untuk membatasi kekuasaan, dan telah diatur dalam konstitusi.

“Jadi kalau ada usaha untuk mengotak atik jabatan presiden dan pemilu, saya kira itu tidak tertib politik, karena di politik kita sudah diatur waktunya,” jelas Arya.

Arya juga menilai munculnya usulan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden yang akhir-akhir ini kembali mencuat sebagai pertanda adanya operasi politik.

Lebih lanjut ia menegaskan gagasan tersebut sebagai gagasan tidak demokratis.

“Menurut saya dalam negara demokrasi, mendorong untuk memperpanjang masa jabatan presiden dan penundaan pemilu adalah gagasan tidak demokratis,” tegas Arya.