Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Pilkada
KPU RI, Arief Budiman. (Foto: istimewa)

KPU Usulkan Tiga Opsi Pilkada Serentak Lanjutan



Berita Baru, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan revisi dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, sebagai konsekwensi atas penundaan Pilkada 2020 akibat pandemi virus Covid-19.

Dua pasal itu yakni Pasal 201 ayat 6 dan Pasal 122 ke dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

“Untuk menyikapi pelaksanaan Pilkada 2020 yang terganggu karena ada penyebaran corona ini maka KPU mengusulkan dua hal saja agar urgensinya itu terpenuhi”. Tutur Ketua KPU RI, Arief Budiman dalam keterangan tertulis pada Rabu (8/4).

Arief menuturkan, Pasal 201 ayat 6 mengatur tentang pilkada serentak hasil pemilihan 2015 dilaksanakan pada September 2020. Apabila pilkada ditunda dan membuat pemungutan suara dilakukan di luar waktu tersebut, maka pasal dalam UU Pilkada itu harus direvisi.

Ia melanjutkan, Pasal 122 berisi ketentuan pemilihan lanjutan atau susulan. Khususnya terhadap perbedaan pihak yang berwenang melakukan penetapan penundaan pelaksanaan pemilihan dan penetapan pemilihan lanjutan.

Dalam Pasal 122 ayat 2 disebutkan, penetapan penundaan pelaksanaan pemilihan dilakukan KPU Kabupaten/Kota asal usul Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dalam hal penundaan pelaksanaan pemilihan meliputi satu atau beberapa desa/kelurahan ataupun kecamatan.

Sementara penundaan pelaksanaan pemilihan meliputi satu atau beberapa kabupaten/kota dilakukan KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota.

Namun, Pasal 122 ayat 3 mengatur, dalam hal pemilihan gubernur tidak dapat dilaksanakan di 40 persen jumlah kabupaten/kota atau 50 persen dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan hak memilih, penetapan pemilihan gubernur lanjutan atau susulan dilakukan menteri atas usul KPU Provinsi.

Pasal 122 ayat 4 menjelaskan, pemilihan bupati dan wali kota yang tidak dapat dilaksanakan di 40 persen jumalh kecamatan atau 50 persen dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan pemilihan bupati dan wali kota lanjutan atau susulan dilakukan gubernur atas usul Kabupaten/Kota.

Menurut Arief, perbedaan pihak yang berwenang antara penetapan penundaan pemilihan dan pemilihan lanjutan aneh. Ia menilai, seharusnya hanya satu lembaga yang berwenang menetapkan penundaan pemilihan sekaligus menetapkan pemilihan lanjutan.

Apalagi, penundaan Pilkada 2020 ini akibat wabah yang terjadi hampir di seluruh daerah penyelenggara pilkada. Bahkan, pemerintah pusat menetapkan virus corona sebagai bencana nasional non-alam melalui status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia.

Arief mengatakan, Pasal 122 tentang pemilihan lanjutan atau susulan itu saat ini tidak mengatur apabila bencana terjadi dalam skala global dan nasional. Pasal tersebut hanya mengatur ketika gangguan yang mengakibatkan tahapan tidak dapat dilaksanakan terjadi di suatu wilayah.

Arief meminta pihaknya diberikan kewenangan menetapkan penundaan pemilihan dan pemilihan lanjutan atau susulannya. Di sampin itu, KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota juga tetap diberikan kewenangan atas gangguan berskala lokal.

“Jadi kewenangan itu kami usulkan agar KPU RI diberi kewenangan apabila terjadinya bencana itu berskala besar,” tambahnya.

Sedangkan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang, Feri Amsari mengatakan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada hanya mengatur pemilihan lanjutan atau susulan karena gangguan yang terjadi di suatu wilayah.

Sementara, pandemi virus corona saat ini menjadi bencana nasional di Indonesia bahkan global.

“Tidak ada ketentuan yang mengatur soal apakah kemudian telah terjadi seluruh permasalahan yang sama, di seluruh wilayah dalam hal seluruh tahapan pemilihan umum kepala daerah,” ujar Feri.

Ia melanjutkan, problematika hukum yang timbul berikutnya pun soal pihak yang dapat menentukan kebijakan penetapan pemilihan lanjutan atau susulan. Dalam UU Pilkada, terdapat perbedaan siapa yang akan menentukan keputusan atau kebijakan penundaan penetapan pemilihan.

Pasal 120 UU Pilkada menyebutkan, pemilihan lanjutan dapat dilakukan apabila dalam hal sebagian atau seluruh wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan pemilihan tidak dapat dilaksanakan. Sementara Pasal 121 mengatur, pemilihan susulan dapat dilakukan jika gangguan tersebut mengakibatkan terganggunya seluruh tahapan pemilihan.

Kemudian, Pasal 122 ayat 2 menyebutkan, penetapan penundaan pelaksanaan pemilihan dilakukan KPU Kabupaten/Kota asal usul Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dalam hal penundaan pelaksanaan pemilihan meliputi satu atau beberapa desa/kelurahan ataupun kecamatan. Sementara penundaan pelaksanaan pemilihan meliputi satu atau beberapa kabupaten/kota dilakukan KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota.

Lalu, Pasal 122 ayat 3 mengatur, dalam hal pemilihan gubernur tidak dapat dilaksanakan di 40 persen jumlah kabupaten/kota atau 50 persen dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan hak memilih, penetapan pemilihan gubernur lanjutan atau susulan dilakukan menteri atas usul KPU Provinsi.

3 Opsi Pilkada Lanjutan

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman mengatakan, pemilihan waktu penundaan Pilkada 2020 bergantung pada perkembangan penyebaran virus corona (Covid-19).
Tiga opsi jadwal pemungutan suara Pilkada 2020 harus dipilih berdasarkan kapan berakhirnya Covid-19 berakhir.

“Kapan kita memilih Desember, Maret, atau pun September 2021? itu sangat bergantung pada perkembangan penyebaran virus corona. Paling cepat dia berakhir pilihan kita sebetulnya bisa semakin cepat,” kata Arief.

Namun, hingga saat ini belum ada otoritas yang bisa memastikan kapan berakhirnya virus corona ini. Sehingga masyarakat kembali bebas bergerak tanpa takut terjangkit virus corona.

Arief menyatakan, KPU telah menyusun skenario terhadap tiga opsi jadwal pemungutan suara.

Opsi pertama, pemungutan suara dilaksanakan 9 Desember 2020 dengan asumsi tahapan pilkada kembali dimulai akhir Mei mendatang. Hal itu berdasarkan penetapan massa darurat bencana nasional Covid-19 hingga 29 Mei 2020 oleh pemerintah.

Opsi kedua, pemungutan suara dilakukan pada 17 Maret 2021. Opsi ini dibuat dengan asumsi, Indonesia sudah bebas virus corona selambat-lambatnya September 2020.

Opsi ketiga, penundaan selama satu tahun dibuat karena belum ada otoritas yang menyatakan kapan virus corona bisa teratasi. [Hp]