Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Darurat Sipil
(Foto: istimewa)

Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Darurat Sipil



Berita Baru, Jakarta – Perkembangan kasus corona virus disease 2019 atau COVID-19 di Indonesia kembali meningkat. Gugus Tugas Pengendalian COVID-19 tingkat nasional mengumumkan bahwa jumlah kasus saat ini sebanyak 1.414 dengan korban yang meninggal dunia mencapai 122 orang.

Menyikapi perkembangan tersebut, Presiden Jokowi dalam rapat kabinet terbatas melalui telekonferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Senin (30/3), menginstruksikan dilakukannnya pembatasan sosial berskala besar dengan tingkat disiplin yang lebih tinggi. Bahkan, pembatasan sosial itu menurutnya perlu didampingi kebijakan darurat sipil untuk mencegah penularan lebih luas Covid-19.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri dari ELSAM, Imparsial, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICW, PBHI, PILNET Indonesia, dan KontraS bersikap tegas terhadap pernyataan Presiden Jokowi tersebut. Secara umum mereka tidak setuju dengan penggunaan frasa kebijakan “darurat sipil”.

“Darurat Sipil tidak tepat. Presiden harus berpijak pada UU penanggulangan bencana dan UU kekarantinaan kesehatan”. Tulis koalisi tersebut tegas.

Koalisi menilai keputusan pemerintah tersebut, meskipun untuk menekan angka penyebaran COVID-19 yang makin meningkat dan massif, tetapi harus berhati-hati dalam menggunakan dasar hukum agar tidak bias tafsir dan dalam rangka penggunaan kewenangan yang lebih tepat sasaran.

Koalisi juga menegaskan sikap untuk mendesak pemerintah tetap mengacu pada UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

“Hal ini didasarkan pada isu COVID-19 yang merupakan kondisi yang disebabkan oleh bencana penyakit. Selain itu, penerapan pembatasan sosial meluas yang merujuk pada karantina kesehatan perlu dilakukan guna menghindari sekuritisasi problem kesehatan yang tidak perlu”. Tegas Koalisi.

Wadah gerakan para aktivits tersebut menilai, bahwa sebelum penetapan masa tanggap darurat nasional, semestinya Presiden Joko Widodo melakukan penetapan status darurat bencana nasional sebagaimana diamanatkan Pasal 51 ayat (2) UU No. 24 tahun 2007.

“Oleh karena itu, Presiden hendaknya segera mengeluarkan Kepres terkait penetapan status bencana nasional yang akan menjadi payung hukum penerapan kebijakan pembatasan sosial”. Ujar mereka.

Selain itu, Koalisi mendesak pemerintah untuk membuat alur komando kendali (kodal) bencana yang lebih jelas. Ketiadaan pengaturan struktur kodal bencana dalam Keppres 9/2020 membuat penanganan bencana COVID-19 berjalan secara parsial dan tidak terkoordinasi.

“Kodal ini harus langsung dipimpin oleh Presiden Joko Widodo”. Tegas Koalisi.

Menurut Koalisi, pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat militer dan darurat sipil. Optimalisasi penggunaan UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana masih dapat dilakukan pemerintah dalam penanganan wabah COVID-19.

“Oleh karena itu, pemerintah belum saatnya menerepakan keadaan darurat militer dan darurat sipil”. Tolak mereka.

Selain itu, Pemerintah harus memikirkan juga konsekuensi ekonomi, sosial dan kesehatan masyarakat yang terdampak kebijakan tersebut, terutama bagi kelompok-kelompok rentan.

“Keppres soal penetapan status bencana nasional itu harus mengatur pula dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap masyarakat”. Tuntut Koalisi.