Indonesia Darurat Asap, Presiden Segeralah Bertindak!
Berita Baru, Jakarta – Kabut asap yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) semakin memburuk. Atas dasar itulah 12 (dua belas) organisasi masyarakat sipil tingkat nasional menyampaikan sikap dan tuntutan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Kedua belas organisasi tersebut antara lain Greenpeace Indonesia, Gerakan IBUKOTA, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Rimbawan Muda Indonesia (RMI), Solidaritas Perempuan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Berikut ini adalah isi lengkap “Surat Terbuka Masyarakat Sipil Kepada Presiden Republik Indonesia”:
Yang Terhormat, Bapak Ir. Joko Widodo Presiden Republik Indonesia
Sepanjang 2019 hingga 7 September setidaknya tercatat 19.000 lebih titik api. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 15 September 2019, ada 2.862 titik api dengan total luas lahan yang terbakar 328.724 hektar. Kondisi ini makin diperparah karena kebakaran terjadi di lahan gambut, konsesi perkebunan monokultur skala besar (sawit dan hutan tanaman industri).
Dalam sepekan terakhir, kondisi di wilayah Kalimantan dan sebagian Sumatera menunjukkan situasi darurat asap. Data dari KLHK yang terhubung dengan airvisual.com pagi ini menunjukkan berbahaya, dan bahkan semalam mencapai angka 2000 US AQI.
Sayangnya, pemerintah selalu berupaya menyangkal dan bahkan para Menterinya mengeluarkan pernyataan yang salah kaprah dan cenderung memberikan stigma negatif terhadap masyarakat adat, masyarakat lokal dan peladang sebagai penyebab kebakaran, untuk menutupi kegagalan dalam melakukan pencegahan terhadap kejahatan korporasi yang selama ini justru kami nilai sebagai pihak yang harus bertanggungjawab, selain negara.
Penanganan tanggap darurat kami nilai juga lamban, hingga korban terus berjatuhan, khususnya kelompok rentan seperti bayi, balita dan anak-anak, perempuan, dan lansia yang paling terdampak dari kondisi darurat asap ini.
Kami menilai bahwa kabut asap ini bukan lagi sebagai kejahatan biasa, melainkan sebuah kejahatan ekosida dan kejahatan lintas batas dengan unsur-unsur yang terpenuhi yakni dampak yang meluas, jangka panjang dan tingkat keparahan yang tinggi, termasuk unsur means rea maka melalui surat terbuka ini, kami mendesak Presiden RI untuk:
1) – Segera melakukan tindakan tanggap darurat yang optimal dengan menurunkan tenaga medis dan memastikan semua layanan kesehatan bagi warga yang terdampak kabut asap hingga ke pelosok-pelosok, dengan menyediakan seluruh fasilitas kesehatan dan pelayanan secara cepat dan gratis, menyediakan tempat-tempat pengungsian dengan kelengkapan kesehatan yang dibutuhkan, khususnya bagi kelompok rentan. Selain itu paska kebakaran hutan melakukan pemulihan kesehatan fisik maupun psikologis secara kontinyu bagi masyarakat terdampak.
2) – Membangun sistem respon cepat untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan, termasuk evakuasi masyarakat, terutama perempuan, anak-anak, dan lansia ke lokasi aman.
3) – Memastikan jaminan pemenuhan terhadap hak-hak dasar warga negara, sebagaimana yang termaktub dalam Konstitusi, khususnya pasal 28A yang menyebutkan bahwa setiap orang berhap untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya, dan pasal 28H yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh dan KPAI) untuk memastikan pemenuhan hak-hak dasar warga negara terdampak asap.
4) – Mencabut upaya hukum luar biasa melalui skema Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) terkait gugatan warga negara (citizen lawsuit) atas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 di Kalimantan Tengah, dengan nomor perkara 3555K/PDT/2018 diketok pada 16 Juli 2019, dan segera melaksanakan seluruh putusan MA tersebut.
5) – Menghentikan pernyataan yang berisi tuduhan yang mengkambinghitamkan masyarakat adat/masyarakat lokal/peladang atas kebakaran hutan, demi melindungi korporasi. Sepanjang pekan ini kami masih melihat bahwa pemerintah masih saja menyalahkan peladang, meski dihadapkan pada fakta temuan lapangan, bahwa titik api sebagian besar di kawasan konsesi, sebagaimana yang disampaikan oleh KLHK bahwa proses penegakan hukum yang sebagian besar diketahui berada di lahan korporasi. 42 penyegelan KLHK berada di konsesi, dari 47 penyegelan kasus karhutla).
Membuka kepada publik lahan-lahan konsesi terbakar, beserta nama korporasi terkait sebagaimana putusan Mahkamah Agung atas gugatan citizen lawsuit, dan putusan MA atas gugatan informasi publik terhadap HGU sebagai hak atas informasi bagi publik.
6) – Melakukan evaluasi menyeluruh secara strategis, terhadap Kementerian dan Lembaga terkait, yang bertanggungjawab dalam pencegahan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan, seperti Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Restorasi Gambut (BRG), Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan pemerintah daerah. Menghentikan lempar tanggungjawab antara pemerintah pusat dan daerah, yang justru semakin memperburuk penanganan asap.
Melakukan review izin, audit lingkungan, serta pencabutan izin konsesi pada korporasi yang lahannya terbakar atau ditemukan titik api. Serta segera melakukan eksekusi putusan- putusan terkait kebakaran hutan dan lahan gambut yang telah berkekuatan hukum tetap, secara akumulatif dari tahun 2015-2018.
7) – Melakukan review menyeluruh dan pencabutan terhadap regulasi dan rancangan regulasi yang mengancam lingkungan hidup dan sumber kehidupan rakyat.
8) – Segera mengesahkan UU Masyarakat Adat yang memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat, termasuk melindungi kearifan dan praktik-praktik pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Masyarakat Adat. Pengesahan ini juga bagian dari upaya menghentikan pelabelan negatif selama puluhan tahun hingga hari ini dari negara terhadap Masyarakat Adat dalam setiap peristiwa karhutla.
9) – Segera melakukan pemulihan lingkungan hidup, sosial dan ekonomi yang berkeadilan bagi masyarakat, perempuan dan laki-laki yang terdampak dari kebakaran hutan dan lahan gambut, maupun kabut asap.
10) – Membangun kerjasama antar daerah/wilayah untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan gambut
11) – Menteri terkait, agar kiranya memberikan perhatian penuh dan segera melakukan tindakan penanganan darurat asap, demi kemanusiaan, demi keadilan.
Jakarta, 16 September 2019