Semburan Lumpur Panas PT SMGP: Bukti Geothermal Berbahaya bagi Warga dan Lingkungan
Geothermal Berbahaya: Teror Terbaru Ancam Warga Mandailing Natal
Beritabaru.co – Mandailing Natal – Ancaman proyek geothermal kembali nyata. Pada 26 April 2025, semburan lumpur panas terjadi di Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan, Mandailing Natal, Sumatera Utara, membuktikan bahwa geothermal berbahaya bagi keselamatan manusia dan lingkungan.
Semburan terjadi di lahan-lahan garapan warga, hanya sekitar 900 meter dari wellpad E milik PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP). Menurut kesaksian warga, terdapat sedikitnya sepuluh titik semburan di area kebun karet, kemiri, dan kakao.
“Gejala ini telah terjadi sejak tahun 2021, atau empat tahun setelah pengeboran dilakukan oleh SMGP,” ujar warga setempat.
Sejak itu, rekahan kecil terus berkembang menjadi kawah besar, merusak empat hektare lebih lahan produktif.
Bahaya geothermal semakin nyata karena titik-titik semburan ini sangat dekat dengan permukiman penduduk dan fasilitas umum seperti puskesmas. Lumpur panas bahkan mulai mencemari lahan sawah yang menjadi sumber penghidupan utama warga.
Geothermal Berbahaya: Sejarah Panjang Bencana yang Diabaikan
Bencana akibat operasi SMGP bukanlah yang pertama. Sejak bentrokan berdarah tahun 2015, hingga rentetan kebocoran gas H₂S dan semburan lumpur panas, warga Mandailing Natal hidup dalam bayang-bayang kematian.
Tragedi tragis seperti yang terjadi pada 24 April 2022—ketika semburan lumpur panas disertai gas beracun menyebabkan 21 warga, termasuk bayi, harus dilarikan ke rumah sakit—menguatkan bukti bahwa geothermal berbahaya.
Catatan JATAM menunjukkan bahwa pemerintah dan perusahaan abai menanggapi derita warga. Penegakan hukum minim, bahkan setelah serangkaian insiden maut: dari ledakan proyek SMGP pada Mei 2021, kebocoran gas pada Maret 2022, hingga insiden keracunan massal pada Februari 2024.
Penderitaan warga semakin bertambah. Gangguan kesehatan seperti batuk, pilek, demam, hingga sesak napas kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, yang sebelumnya tidak pernah mereka alami sebelum hadirnya proyek geothermal ini. Trauma dan ketakutan kini melekat di antara para petani yang bahkan ragu untuk menggarap lahan mereka sendiri.
Evaluasi Total: Geothermal Berbahaya dan Harus Dikaji Ulang
Rentetan kejadian tersebut menunjukkan satu hal: geothermal berbahaya bukan hanya slogan, melainkan kenyataan pahit yang dialami ribuan warga. Klaim bahwa energi panas bumi adalah solusi bersih untuk krisis iklim justru berbalik menjadi sumber malapetaka ekologis.
“Menempatkan geothermal sebagai energi terbarukan bukan hanya menyesatkan, tetapi mencerminkan cara berpikir keliru yang hanya menghitung angka emisi, tanpa mempedulikan nyawa manusia, potensi bencana dalam seluruh tahapan operasi, dan kehancuran ekologis yang ditimbulkannya.”
Melihat berbagai insiden ini, JATAM bersama warga mendesak penghentian total operasi PT SMGP serta pelaksanaan evaluasi independen, terbuka, dan transparan terhadap seluruh proyek geothermal di Indonesia. Bencana serupa di Dieng, Lahendong, dan Flores menegaskan bahwa ancaman geothermal berbahaya tidak hanya lokal, tetapi nasional.
Warga menolak dijadikan korban atas nama energi hijau. Mereka menuntut hak atas hidup yang layak, lingkungan yang aman, dan masa depan yang bebas dari ancaman kematian akibat proyek yang mereka tidak pernah setujui sepenuhnya.