Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Gelar Talkshow, KATY Komitmen untuk Memajukan Dunia Pendidikan

Gelar Talkshow, KATY Komitmen untuk Memajukan Dunia Pendidikan



Berita Baru, Yogyakarta – Keluarga Alumni Teladan Yogyakarta (KATY) atau alumni SMAN 1 “Teladan” menyelenggarakan Talkshow Pendidikan sebagai sumbangsih untuk kemajuan pendidikan menengah di Indonesia.

Acara temu tokoh ini merupakan rangkaian Lustrum XIII SMAN 1 Teladan Yogyakarta dihadiri oleh Muhammad Romahurmuzy, dan juga hadir sebagai Keynote Speaker yaitu Wakil Ketua MPR RI H. Arsul Sani, Sabtu (12/10/2022)

Talkshow ini mengangkat tema “kurikulum merdeka belajar : Lesson Learned Pengalaman Dikdasmen”. Teladan talkshow pendidikan ini membahas dan  melakukan evaluasi bersama dengan tokoh-tokoh pendidikan se-DIY tentang pelaksana kurikulum merdeka. Serta menguji efektivitas, efisiensi, relevansi, dan kelayakan (feasibility) rancangan dan implementasi kurikulum dan pembelajaran pada satuan pendidikan pelaksana kurikulum merdeka. Nantinya, hasil evaluasi tersebut akan dijadikan referensi dalam memperbaiki dan menentukan tindak lanjut pengembangan kurikulum pada pelaksanaan kurikulum merdeka. 

Narasumber dan penanggap dalam acara ini terdiri dari Cecep Suryana, sebagai Kapokja Kemitraan Daerah dan Pemberdayaan Komunitas Direktorat PMPK, Kemendikbudristek, Isti Fatimah, selaku Kepala Sekolah SMA 2 Bantul, dan Tumisih selaku Kepala Sekolah SMA Playen 2 Gunungkidul.

Acara yang diselenggarakan di Convention Hall lantai 2, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada pukul 08.00-13.00 WIB ini juga mengundang penanggap Ki Darmaningtyas (Pengamat dan Pemerhati Pendidikan), Muhammad Nur Rizal (Gerakan Sosial Menyenangkan), Jumadi, selaku Kepala Sekolah SMA 1, Aris Widayati, Konsultan BPMP DIY untuk menguji efektifitas pelaksanaan kurikulum merdeka.

Wakil Ketua MPR RI Bapak Arsul Sani  menggaris bawahi bahwa kurikulum merupakan bagian dari amanat  pembukaan UUD 45 dan UU sisdiknas no 20 th 2013, yang sedang diajukan RUU perubahan dan belum disetujui oleh DPR RI untuk di bahas karena masih banyak polemik yang terjadi berkaitan dengan perbedaan pandangan atas urgensi pergantian kurikulum, dan seberapa besar dampaknya pada makna pembelajaran itu sendiri pada peserta didik, kapasitas guru dalam memahami, belum adanya panduan pelaksanaan yang utuh, biaya deseminasi untuk sekolah penggerak yang sangat besar dibandingan dengan proses deseminasi kurikulum 2013, dan berbagai issue mendasar lainnya.

Dari catatan tersebut, bergulir respon narasumber sebagai pelaksana di lapangan dari kemendikbudristek yang diwakili oleh Dr. Cecep bahwa yang melatar belakangi hadirnya kurikulum merdeka adalah adanya learning loss pasca pandemi, dan tingkat literasi dan numerasi yang masih rendah, sekolah penggerak dimaksudkan agar kemudian sebagai pioner yang nantinya akan bergulir seperti snow ball, mengimbaskan pada sekolah lainnya dalam implementasi kurikuĺum merdeka. Dari Data sekolah pelaksana kurikulum merdeka terus meningkat dengan adanya pilihan mandiri belajar, mandiri berubah, dan mandiri berbagi.

Kepala sekolah SMA 2 Playen, Tumisih menyampaikan dengan menjadi sekolah penggerak di awal merasa kewalahan untuk beradaptasi karena berbagai hal teknis yang belum didapatkan panduan dan regulasinya, namun selanjutnya dengan pendampingan pelaksanaan kurikulum merdeka dirasakan sangat intensif, bahkan support dana dari pemerintah sangat membantu memenuhi kebutuhan pengembangan kompetensi guru.

Di satu sisi Kepala Sekolah SMA 2 Bantul, Isti, sebagai sekolah mandiri berubah, dengan melaksanakan P5  merasakan bahwa kompetensi guru meningkat untuk melakukan project based learning dan kultur belajar siswa meningkat demgan metode belajar yang lebih inovatif, walaupun terkendala di teknis pendanaan  seperti u tuk pelatihan pengambangan SDM yang tidak di support.

Ditanggapi oleh Ki Darmaningtyas, bahwa kurikulum merdeka tidak selalu cocok dengan wilayah Indonesia yang beragam secara geografis dan  sosio kulturnya, seharusnya ini juga menjadi pertimbangan kemendikbudristek, yang kurikulum ini tidak menjawab persoalan esensial yg tengah dihadapi oleh pendidikan Indonesia yaitu kurangnya guru PNS, dengan analogi sakit perut yang diobati dengan obat sakit kepala.

Nur Rizal, pendiri gerakan sosial Sekolah Menyenangkan, juga sepakat bahwa prinsipnya esensi sebuah pembelajaran bermakna itu didasari oleh kemampuan guru untuk mengisnpirasi peserta didik  untuk memiliki softskill yang dibutuhkan dalam kehidupannya setidaknya seperti percayaan diri dan  berimajinasi bukan pada kurikulumnya, sehingga yang lebih esensial adalah pelatihan pengembangan SDM guru agar mampu membelajarkan siswa dengan lebih bermakna dan memiliki kemampuan tersebut. Sekolah penggerak semakin menguatkan kastanisasi pendidikan yang seharusnya tidak terjadi karena seharusnya semua sekolah adalah sekolah penggerak, apalagi berkaitan dengan anggaran pendidikan.

Kepala Sekolah SMA 1 Teladan menambahkan bahwa pelaksanaan kurikulum merdeka harus dibarengi dengan kemampuan guru untuk berinovasi guru dalam mengembangkan potensi anak dengan terus meningkatkan kompetensi guru, pemenuhan kekurangan guru dan  pemerataan fasilitas sekolah. 

Dari BPMP, Bu Aris menyampaikan upaya sekolah untuk terus bergerak melakukan perubahan tidak akan sia sia karena terbukti dengan sekolah yang melaksanakan kurikulum merdeka merasakan dampak positif baik dari sisi guru maupun perserta didik, Pak Cecep  menambahkan perubahan kurikulum dibutuhkan sesuai zamannya, bahwa ada catatan dari diskusi ini merupakan bagian dari proses evaluasi dan perbaikan.

Dari diskusi ini banyak insight dan aspirasi yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan yang dititipkan oleh para praktisi dan tokoh pendidikan pada Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani, terutama pada pemerataan akses baik berupa pengadaan fasilitas, pemenuhan kebutuhan SDM guru, peningkatan kompetensi guru agar pembelajaran lebih bermakna, konsistensi implementasi desentralisasi pendidikan dengan mengakomodir kerberagaman geografis dan sosio kultur sekolah.