Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Dosen IPB: Ekspor Pasir Laut Menimbulkan Dampak Lingkungan yang Merugikan
Ilustrasi ekspor pasir laut (Foto: Istimewa)

Dosen IPB: Ekspor Pasir Laut Menimbulkan Dampak Lingkungan yang Merugikan



Berita Baru, Jakarta – Dalam sebuah diskusi virtual di kanal YouTube Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dosen Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB University, Zulhamsyah Imran, menjelaskan sejumlah kerugian dan dampak dari pengerukan dan ekspor pasir laut yang diizinkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023.

Menurut Zulhamsyah, pertama-tama, pengerukan pasir laut akan menyebabkan lubang permanen yang berdampak pada ekosistem laut. Kedua, pasir laut dan lumpur akan bercampur sehingga mengakibatkan keruhnya air laut.

“Kemudian, yang ketiga, lumpur mengandung nutrien yang merupakan sumber utama untuk fitoplankton dan produktivitas perikanan. Ekspor pasir laut ini sangat merugikan untuk perikanan. Tingkat pemisahan lalu lintas (TSS) semakin tinggi, sinar matahari tidak dapat masuk, sehingga fotosintesis tidak terjadi,” ujarnya.

Selanjutnya, Zulhamsyah menyebutkan bahwa pengerukan dan ekspor pasir laut akan menurunkan produktivitas primer dan tersier di perairan yang berdampak pada kualitas perikanan. Akibatnya, nelayan tidak dapat menangkap ikan untuk mencukupi kehidupan mereka.

“Dampak ini akan terjadi bahkan di Jakarta, termasuk pulau utama. Pulau Pramuka akan mengalami abrasi, pohon-pohon mangrove dapat roboh. Di Papua, Mimika, pohon-pohon tinggi roboh, dan akibatnya adalah abrasi,” katanya mengenai ancaman yang kelima.

Selain itu, Zulhamsyah juga memberikan peringatan bahwa pulau-pulau kecil di Indonesia akan terancam hilang. Dia menyebutkan bahwa sejak 2005, sudah ada 24 pulau kecil yang tenggelam. Jika pengerukan dan ekspor pasir laut terus berlanjut, Indonesia akan menjadi saksi kota-kota dan pulau-pulau tenggelam.

“Ada 24 pulau kecil yang sudah tenggelam sejak 2005. Apakah kita akan tenggelamkan pulau-pulau kita lagi dan memindahkannya ke negara lain? Apakah kita berpikir bahwa negara akan menderita hanya demi kepentingan kapitalis? Ketika banjir rob terjadi, kota akan tenggelam, hanya tinggal menunggu waktu. Proses ini dapat dipercepat,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum KNTI, Dani Setiawan, menilai bahwa Presiden Jokowi dan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, melakukan praktik bisnis yang merugikan dengan mengizinkan pengerukan dan ekspor pasir laut.

Dani meminta pemerintah untuk mengakui bahwa kebijakan tersebut merugikan lingkungan. Menurutnya, pemerintah tidak boleh menganggap rakyat dan nelayan bodoh mengenai dampak eksploitasi pasir laut.

“Ini adalah model praktik eksploitasi sumber daya alam yang sangat merugikan, sangat kuno. Dulu kita melihat proses eksploitasi menggali tambang dan kemudian diekspor dengan tanahnya ke luar negeri. Ini ditolak, sekarang mereka ingin mengulanginya. Ini adalah praktik bisnis kuno, barbar, dan ingin diulang dalam PP ini,” ujar Dani.

Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, sebelumnya mengatakan bahwa penerbitan PP Nomor 26/2023 dilakukan karena banyaknya permintaan reklamasi di dalam negeri, termasuk untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Dia juga mengungkapkan bahwa setiap tahun terjadi sedimentasi pasir sebanyak 20 miliar kubik di Indonesia. Oleh karena itu, permintaan reklamasi di dalam negeri harus menggunakan pasir sedimen tersebut.