China Kerahkan 10.000 Tentara dan Sistem Rudal ke Perbatasan India
Berita Baru, Internasional – China mengerahkan 10.000 tentara, artileri berat, kendaraan lapir baja, dan sistem pertahanan rudal di sepanjang Garis Kontrol Aktual (LAC) di wilayah Ladakh Timur.
Pengerahan pasukan tersebut untuk melindungi pembangunan di wilayah sengketa, termasuk area Finger, sudah dimulai sejak 4 Mei 2020.
“Di area Finger di sepanjang danau Pangong Tso, China terus melakukan kegiatan militer yang meningkat seperti penempatan pasukan dan konstruksi,” kata seorang sumber yang mengetahui aktivitas di sepanjang LAC kepada Asia News International (ANI) yang dikutip Sindonews, Jumat (26/6).
Sementara, citra satelit juga menunjukkan penumpukan perangkat keras militer Beijing di wilayah sengketa.
Area tersebut hingga area Finger 8 diklaim sebagai wilayah India. Namun, militer China selama ini telah menghalangi patroli Angkatan Darat India untuk melewati area Finger 4.
Beberapa sumber yang dikutip ANI menambahkan struktur mirip pos pemantauan China yang dihilangkan oleh pasukan Angkatan Darat India pada 15-16 Juni malam juga telah muncul lagi di dekat Titik Patroli (PP) 14.
Pembangunan di pihak India di PP-15, PP-17 dan PP-17A juga terus terjadi karena China telah menggunakan jalan—yang bergerak dekat dengan titik-titik patroli India dari wilayahnya—untuk mengirim orang dan peralatan dengan cepat ke bagian wilayah India.
Di daerah yang berseberangan dengan sektor Daulat Beg Oldie, China berusaha membuat masalah untuk patroli India di dekat PP-10 hingga PP-13.
Di posisi belakang juga di pangkalan udara termasuk Hotan dan Gar Gunsa, Angkatan Udara militer China telah mengirim pesawat pembom strategisnya dan sejumlah pesawat tempur, termasuk Su-30 buatan Rusia.
Badan-badan keamanan India menyatakan bahwa China juga telah dengan cepat menempatkan sistem pertahanan rudal jarak jauh yang diperoleh dari Rusia di seberang wilayah India.
Kedua pihak telah mengadakan dua putaran perundingan tingkat komandan korps setelah mereka sepakat untuk menjauh dari area sengketa yang jadi medan konflik.
Namun, proses itu yang seharusnya dimulai setelah perundingan 6 Juni tidak membuahkan banyak hasil dan ada juga bentrok keras di mana kedua belah pihak menderita korban dalam jumlah banyak.