Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Bermanuver Hapus Laut China Selatan dalam Collective Belief  Laut Natuna Utara

Bermanuver Hapus Laut China Selatan dalam Collective Belief  Laut Natuna Utara



Opini : Khoirul Anam As Syukri
(Akademisi Muda Nahdliyyin, kandidat doktor agroteknologi)


Dalam beberapa waktu terakhir negara-negara yang berbenturan dengan China di Konflik Laut China Selatan ternyata semuanya mulai bergerak. Gerakan tersebut bertujuan untuk memanaskan mesin perang mereka terutama Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Negara yang bermasalah dengan tiongkok dalam wilayah laut China selatan adalah vietnam, thailand, Brunei, Malaysia, Indonesia, dan Filipina dimana Klaim Tiongkok melawan semua aturan laut Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan mengklaim Nine Dash Line. wilayahnya yang mengambil separuh dari semua luasan wilayah laut yang disengketakan.

Kita mulai dulu dengan apa itu Nine Dash Line. Nine Dash Line atau Sembilan Garis Putus-putus merupakan garis yang dibuat sepihak oleh Tiongkok. Nine Dash Line dianggap menjadi wilayah Historis laut China Selatan seluas 2 Juta Kilometer Persegi yang hampir 90 persen darinya diklaim China sebagai hak maritim historisnya. Jalur Nine Dash Line membentang sejauh 2.000 Kilometer dari daratan China hingga menjangkau Taiwan hingga Natuna Sisi Utara Selatan, hingga ke ZEE Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Klaim Nine Dash Line berdampak pada hilangnya perairan Indonesia seluas lebih kurang 83.000 Kilometer persegi atau 30 persen dari luas laut Indonesia di Natuna. Bukan hanya Indonesia, negera lain seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei juga terimbas klaim Nine Dash Line oleh Tiongkok ini. Agaknya selain Taiwan, Nine Dash Line bisa jadi perang di laut China Selatan Lainnya. Apapun yang sedang terjadi, semua itu meningkatkan risiko perang di wilayah laut China Selatan, dimana Indonesia ? ada Natuna Loh disana !.

Bermanuver Hapus Laut China Selatan dalam Collective Belief  Laut Natuna Utara
Gambaran Nine Dash Line yang diklaim China (SindoNews.com)

Jika kita melihatnya dari kacamata Geopolitik luar negri. Salah satu strategi perang itu awalnya mapping mana kawan dan mana lawan, lebih khususnya cari “bolo” (teman). Misalnya kalau berkaca dari perang Baratayudha, sebelum peperangan pecah, Pandawa mencari dahulu mana teman mana lawan. Mereka bertanya dan mencari fakta, kerajaan Jenggala ada dipihak siapa, ikut Pandawa atau Kurawa, begitupun kerajaan lainnya. Strategi Amerika dan China juga bisa dipolakan semacam itu, Vietnam berada dipihak siapa, Thailand kemana, Brunei kemana, dan Indonesia kemana. Maka tidak jarang mereka diplomat senior akan melakukan Test The Water untuk menguji keberpihakan dan menganalisis mana teman mana lawan. Pola yang sama juga bisa dilakukan Indonesia dalam bergerilya pada beberapa negara yang sama-sama didzolimi oleh China.

Jika kita menyimak perjalanan konflik di laut Natuna, ada langkah China yang cukup diacungi jempol ke-­blinger-nya atau keberaniannya. China secara terang-terangan menuntut Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas alam (MIGAS) karena mengklaim wilayah itu miliknya. Padahak telah jelas Hak Indonesia atas wilayah diujung selatan laut China adalah ZEE milik Indonesia dibawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan pada tahun 2017 menamai wilayah itu sebagai Laut Natuna Utara. Dalam Konflik Natuna, Indonesia dari sejak dulu telah menegaskan tidak akan mengakui Nine Dash Line yang diklaim Tiongkok. Hal ini juga menjadi bukti kongkrit melaksanakan yurisdiksi atas perlindungan dan preservasi lingkungan laut di ZEE sesuai Pasal 56 ayat (1) butir C UNCLOS 1982. Namun akhir-akhir ini kok kayaknya agak kendor pertahanannya. Tapi semoga saja tidak.

Bermanuver Hapus Laut China Selatan dalam Collective Belief  Laut Natuna Utara
Kapal Bakamala bayangi Coast Guard China di ZEE Natuna Utara

Beberapa pihak menyayangkan tentang penyelesaian masalah Natuna dan Laut China Selatan yang hanya dianggap beberapa pejabat tinggi sebagai situasi yang biasa dan diselesaikan dengan cara pikir yang pragmatis. Contoh kecil dengan adanya nelayan negara lain yang masuk kedalam ZEE Indonesia di Natuna disikapi dengan santai-santai saja. Bahkan bagi beberapa pengamat pertahanan Indonesia, hal ini membuktikan satu hal bahwa Indonesia sudah termakan propaganda China, menjadi tergantung pada China. Padahal ada masa dimana Indonesia pernah dengan lantang menggaungkan kata “Tenggelamkan !”. Kata yang membuat merinding, bangga, berdaulat dan pihak lain segan dengan kita sebagai negara maritim. Kata tersebut tidak bisa tidak dikaitkan dengan seorang Srikandi Indonesia yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (2014-2019). Dia menegakkan kedaulatan dengan cara menenggelamkan banyak kapal China dan negara lain yang masuk dan mengambil kekayaan Indonesia, khususnya di laut Natuna Utara.

Tidak sedikit yang dieksekusi olehnya, lebih dari 200 kapal pencuri ikan termasuk kapal nelayan China yang  masuk dalam wilayah kedaulatan Indonesia berhasil ditenggelamkan. Padahal tidak ada satupun angkatan laut di dunia ini yang pernah dan berani menenggelamkan kapal China hingga lebih dari 100 kapal. Dengan ketegasannya, apa yang terjadi pada saat itu ? Indonesia bisa dikatakan berdaulat di Natuna. Bahkan nelayan Indonesia ketika menangkap ikan di Natuna seringkali bisa panen raya. Namun disisi lain  bisa saja ada pihak yang tidak nyaman dan tidak diam-diam saja, nyatanya sosok Srikandi tersebut tidak lagi mempunyai wewenang untuk menenggelamkan kapal-kapal pencuri yang sampai sekarang masih berlalu lalang di perairan Natuna.

Kalau fakta sekarang, kapal-kapal nelayan China malah dikawal oleh Coast Guard-nya yang katanya mengejar “Ikan China” dari Zona Ekonomi China menuju masuk ke wilayah Zona Ekonomi Indonesia. Jadi mereka bukan mencuri ikan Indonesia, tapi mengejar ikan berpaspor China yang kabur masuk ke wilayah Indonesia. Ada pertanyaan menarik, kalau hal itu terjadi sebaliknya, nelayan kita yang mengejar ikan Indonesia yang kabur ke Zona China, apa yang terjadi ? bisa saja dibom nelayan kita oleh angkatan laut China. Begitulah rasa-rasanya jika kita tidak benar-benar berdaulat atas apa yang kita miliki.

Lantas bagaimana kabarnya sekarang ?

Ada yang mengatakan bahwa diusulkan untuk Laut China Selatan bisa dieksploitasi oleh China seperti yang mereka lakukan selama ratusan tahun sebagai Tradisional Fishing Groundnya. Sebagai gantinya China akan terus membantu Indonesia dari sisi lain yaitu keuangan dan modal investasi. Katanya lagi, Indonesia tidak mendapatkan dukungan dari China jika Indonesia mengganggu Laut China Selatan. Semoga saja yang katanya-katanya tidak termasuk fakta. Karena jika benar seperti itu, sama dengan menukar kedaulatan NKRI dengan materi secuil. Selain itu, apa yang akan terjadi dengan pulau-pulau kosong disekitar Natuna kalau didiamkan dan tidak “diSusikan” yang sebentar lagi isinya nelayan China lalu menjadi Spratly Jilid Dua, kemudian lepas seperti Sipadan dan Ligitan. Padahal, disekitar Natuna sendiri, ribuan tahun juga sudah menjadi Tradisional Fishing Ground bangsa Indonesia.

Bermanuver Hapus Laut China Selatan dalam Collective Belief  Laut Natuna Utara
Sekretaris Jenderal KKP yang juga Plt. Direktur Jenderal PSDKP, Antam Novambar, menunjuk kapal pencuri ikan yang ditenggelamkan. ANTARA/HO-KKP

Jika harus membuat pernyataan sikap, maka setiap warga negara Indonesia seharusnya turut andil menunjukkan sikap untuk mendukung kedaulatan wilayah Indonesia. Salah satu sikap sederhana yang bisa kita lakukan adalah menyatakan bahwa wilayah utara kami, kedaulatan Indonesia bernama LAUT NATUNA UTARA. Seluruh penamaan dan penyebutan pada berbagai media, peta, hingga pada buku pelajaran Nasional kita ubah Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara. Pernyataan sikap ini adalah National branding yang akan mencabut akar masalah dengan pemahaman yang selama ini dibangun bahwa Laut China Selatan adalah milik China. Padahal telah secara resmi bahwa kedaulatan sisi utara Indonesia sudah ada di wilayah Natuna Utara. Kontribusi yang terlihat sederhana dan kecil, namun ketika hal ini digaungkan bersama dan diviralkan kejutaan orang sebagai gerakan, maka akan menjadi Collective Belief  bangsa Indonesia. Momentum yang tepat bagi netizen Indonesia yang terkenal dengan powernya di dunia maya.  Ini paradigma Indonesia Baru, Laut Natuna Utara. Kalau perlu jika ada yang memberikan Fishing Ground Natuna Utara RI kepada China, maka kita harus berani berteriak, tenggelamkan dulu mayat pejuang NKRI Bung !!