China dan Rusia Gelar Latihan Militer Bersama Skala Besar, Ada Apa?
Berita Baru, Beijing – Rusia dan China telah mulai mengadakan latihan militer bersama skala besar di wilayah Ningxia utara-tengah China di tengah perdebatan mengenai berbagai masalah dengan Amerika Serikat, termasuk masalah keamanan regional hingga hak asasi manusia.
Menurut surat kabar berbahasa Rusia Kommersant, latihan Sibu/Kerjasama-2021 diluncurkan pada Senin (9/8) kemarin dan akan berlangsung hingga Jumat mendatang. Mereka akan melibatkan lebih dari 10.000 pasukan darat dan angkatan udara.
Militer Rusia mengatakan bahwa mereka telah mengirim pesawat tempur Su-30SM, unit senapan bermotor dan sistem pertahanan udara ke China sebagai bagian dari latihan tersebut.
Latihan tersebut menandai pertama kalinya tentara Rusia menggunakan senjata China, di mana kedua negara tersebut telah melakukan latihan bersama sejak 2005.
Sementara itu, menurut surat kabar China Xinhua, latihan tersebut bertujuan untuk “memperdalam … operasi anti-terorisme bersama” dan “menunjukkan tekad kuat dan kekuatan kedua negara untuk bersama-sama menjaga keamanan dan stabilitas internasional dan regional”.
“Ini mencerminkan level tinggi baru kemitraan koordinasi strategis komprehensif China-Rusia untuk era baru dan saling percaya strategis, pertukaran pragmatis dan koordinasi antara kedua negara,” kata Xinhua.
Richard McGregor, pakar China di lembaga pemikir Lowy Institute yang berbasis di Australia, mengatakan hubungan yang berkembang antara Beijing dan Moskow lebih dari sekadar “perkawinan untuk kenyamanan”.
“[Frasa] itu meremehkan kedalaman kepentingan bersama mereka, dan tentu saja yang terbesar adalah menentang AS dan merongrong AS dan Barat,” kata McGregor kepada Al Jazeera.
Terkait dengan hak asasi manusia, AS dan Barat mengatakan bahwa China telah melakukan pelanggaran dengan menahan lebih dari satu juta warga Uighur di kamp-kamp interniran.
AS mengatakan mereka yang ditahan telah menjadi sasaran pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penahanan sewenang-wenang, kerja paksa, penyiksaan, sterilisasi paksa dan pemisahan keluarga.
China telah membantah tuduhan itu dan mengklaim kamp-kamp itu adalah pusat “pendidikan ulang” yang didirikan untuk memerangi “separatisme dan terorisme” dan meningkatkan pembangunan ekonomi.
Xinjiang berbagi perbatasan yang sempit dengan Afghanistan, dan Beijing khawatir tentang kekerasan yang meluas di perbatasannya jika Taliban melanjutkan kemajuan mereka dan mengambil kendali di negara itu di tengah pertempuran sengit yang dipicu oleh penarikan pasukan AS.