AS Perketat Aturan Visa Jurnalis Asal China
Berita Baru, Internasional – Mengutip Sputnik, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS atau US Department of Homeland Security (DHS) telah memperketat aturan visa bagi jurnalis asal China. Sikap ini merupakan tanggapan pemerintah AS atas perlakuan pemerintah Cina terhadap jurnalis AS.
Aturan baru ini, menurut DHS, hanya berlaku bagi jurnalis dengan paspor Tiongkok dan tidak akan berlaku bagi jurnalis dengan paspor dari dua wilayah semi otonom: Hongkong dan Makau.
DHS juga menyebut langkah ini sebagai penindasan jurnalisme independen Tiongkok.
Aturan ini akan berlaku mulai hari Senin 10 Mei 2020.
Secara khusus, dalam aturan baru ini ditetapkan pembatasan visa bagi jurnalis Tiongkok selama 90 hari dan memberikan opsi untuk melakukan perpanjangan.
Seorang pejabat senior DHS yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters, bahwa tujuan diberlakukannya aturan baru ini adalah untuk membantu departemen meninjau aplikasi visa dari wartawan Cina serta diharapkan mudah-mudahan dapat memangkas jumlah jurnalis China di Amerika Serikat.
“Ini akan menciptakan perlindungan keamanan nasional yang lebih besar,” ujar pejabat DHS itu, mengutip Reuters.
Cina Mengusir 3 Wartawan Wall Street Journal
Penerapan regulasi pengaturan baru visa jurnalis China ini menurut DHS bermula dari insiden pencabutan kredensial pers 3 wartawan Wall Street Journal.
Pada bulan Februari, China telah mencabut kredensial pers dari 3 wartawan Wall Street Journal. Tiga wartawan itu 2 orang dari Amerika Serikat dan 1 orang dari Australia. China mencabut kredensial pers itu karena ketiga wartawan tersebut mempublikasikan opini yang berjudul “China Is the Real Sick Man of Asia.”
Opini kontrovesial tersebut ditulis oleh Walter Russell Mead dan diterbitkan pada tanggal 3 Februari oleh Wall Street Journal. Dalam opini itu, ia menyebut bahwa pemerintah Cina berusaha menyembunyikan skala sebenarnya dari pandemi COVID-19.
Dalam opini tersebut, Russell juga mengatakan bahwa mereka terus berjuang untuk mengendalikan pandemi dan mulai mengembalikan ekonomi mereka.
Pemerintah China menanggapi tulisan itu dengan mengatakan bahwa sebutan “sick man” adalah ungkapan rasis yang digunakan oleh Barat pada akhir 1800-an untuk merendahkan orang-orang China.
“Para editor menggunakan sebutan diskriminatif rasial seperti itu, memicu kemarahan dan kecaman di antara orang-orang China dan komunitas internasional…sayangkang, apa yang telah dilakukan WSJ [Wall Street Journal] sejauh ini hanyalah menangkis dan mengelak dari tanggung jawab,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Gen Shuang.
Kemudian, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengecam pengusiran itu.
Beberapa hari setelah insiden itu, Mike Pompeo memberikan pernyataan, “negara-negara dewasa dan bertanggung jawab pasti memahami betul bahwa pers bebas untuk melaporkan fakta dan mengungkapkan pendapat … tanggapan yang benar adalah menghadirkan argumen-argumen balasan, buka membungkam mereka.”
John Ullyot, Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih pada waktu itu juga mengatakan bahwa pemerintah AS sedang mempertimbangkan “serangkaian tanggapan terhadap tindakan mengerikkan itu.”
Pemberian Status Foreign Mission Terhadap 5 Media Asal Cina
Keputusan pemerintah China mencabut kredensial pers tiga jurnalis Wall Street Journal itu muncul sehari setalah pemerintah AS memperketat aturannya terhadap media asal negara China di AS.
Karena itu, muncul pendapat bahwa pencabutan itu merupakan tindakan pembalasan China atas pengetatan aturan itu, dan opini itu bukan penyebab utama.
Pada tanggal 18 Februari, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan bahwa lima outlet media China daratan akan diberi status Foreign Mission. Akibatnya, para wartawan dan staff outlet tersebut diharuskan untuk mendaftarkan diri ke Departemen Luar Negeri AS dan akan diberi status karyawan asing.
Lima outlet media itu adalah Xinhua, China Global Television Network, China Radio International, China Daily, dan Hai Tian Development USA.
Salah satu pejabat AS yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan kepada South Morning China Post pada bulan Februari, “Lima outlet media ini semuanya memenuhi definisi foreign mission di bawah Undang-Undang Foreign Missions, yang mengatakan bahwa […] mereka secara efektif dikendalikan oleh pemerintah Cina.”