Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Amnesty International Indonesia Pernyataan Yusril Soal Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Amnesty International Indonesia Pernyataan Yusril Soal Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu



Berita Baru, Jakarta – Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI, Yusril Ihza Mahendra, yang mengklaim bahwa Indonesia tidak mengalami pelanggaran HAM berat dalam beberapa dekade terakhir, menimbulkan reaksi keras. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengecam pernyataan tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan yang tidak mencerminkan pemahaman yang tepat tentang hak asasi manusia.

“Tak sepantasnya pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang hak asasi manusia. Apalagi dari pejabat yang salah satu urusannya soal legislasi bidang HAM,” tegas Usman. Ia menambahkan bahwa pernyataan Yusril tersebut menunjukkan ketidaktahuan mengenai Pasal 104 Ayat (1) dari UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Hamid juga menyoroti bahwa hasil penyelidikan pro-justisia Komnas HAM dan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) telah mengonfirmasi adanya pelanggaran HAM berat, terutama dalam kasus Tragedi Mei 1998. Tragedi ini, yang melibatkan pembunuhan massal, kekerasan seksual, dan tindakan diskriminasi terhadap komunitas Tionghoa, sudah diakui secara nasional sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Usman juga menyoroti pernyataan Yusril yang mengabaikan tragedi tersebut dengan mengatakan bahwa pelanggaran HAM berat seperti genocide atau ethnic cleansing tidak terjadi di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir. Yusril mengklaim bahwa tragedi Mei 1998 tidak termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. “Pernyataan ini tidak hanya keliru secara historis dan hukum, tapi juga menunjukkan sikap nir empati pada korban yang kehilangan orang-orang terdekat mereka,” ujar Usman.

Laporan dari TGPF menyebutkan bahwa pada tragedi Mei 1998, setidaknya 1.217 orang tewas di Jakarta, 451 di antaranya menurut Polda Metro Jaya, sementara versi Kodam Jaya mencatat 463 korban tewas. Selain itu, laporan tersebut juga mengungkapkan adanya 52 kasus perkosaan yang sebagian besar dialami perempuan dari etnis Tionghoa.

Dalam penjelasannya, Usman menekankan bahwa kewenangan untuk menentukan apakah suatu peristiwa termasuk dalam pelanggaran HAM berat berada pada Komnas HAM dan Pengadilan HAM, bukan presiden atau menteri. “Komnas HAM harus segera membantah pernyataan ini dan mendesak penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk Tragedi Mei 1998, hingga tuntas,” tutup Usman.

Pernyataan Yusril tersebut dinilai sebagai sinyal dari pemerintahan baru yang cenderung mengaburkan tanggung jawab negara dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, sebuah masalah yang hingga kini belum terselesaikan secara adil dan transparan.