Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Aliansi Sumut Bersatu
Anak-anak berpartisipasi dalam demonstrasi memprotes kekerasan terhadap anak-anak, Jakarta, 30 Januari 2006. (Foto: AFP)

Aliansi Sumut Bersatu Tangani Kekerasan Seksual Anak dan Hadapi Tantangan Berat di Sumatera Utara



Berita Baru, MedanKekerasan seksual terhadap anak menjadi masalah serius di Indonesia, dengan data mengkhawatirkan yang menunjukkan 1 dari 5 anak menjadi korban setiap harinya. Ironisnya, lebih dari 60% kasus ini tidak dilaporkan. Ketakutan, stigma, dan kurangnya akses terhadap proses hukum semakin memperburuk situasi korban.

Di Sumatera Utara, Aliansi Sumut Bersatu (ASB) muncul sebagai salah satu garda terdepan dalam penanganan kasus ini. Dalam catatan yang diterbitkan melalui laman Instagram Forum Pengada Layanan (FPL), @pengadalayanan, pada Sabtu (30/11/2024), ASB melaporkan bahwa sepanjang 2024 mereka telah menangani tujuh kasus kekerasan seksual terhadap anak. Dari jumlah tersebut, enam kasus dilaporkan ke pihak kepolisian, sementara satu kasus difokuskan pada pemulihan psikologis korban.

“Setiap kasus unik dan membutuhkan pendekatan yang sensitif gender. Hak-hak korban dan keputusan keluarganya adalah yang utama,” ujar salah satu pendamping hukum ASB.

ASB, yang merupakan anggota FPL wilayah 1, memiliki tim yang terdiri dari satu pendamping hukum, tiga paralegal, dan seorang psikolog. Tim ini bekerja tanpa kenal lelah untuk memastikan korban mendapatkan pendampingan hukum, psikologis, dan sosial yang dibutuhkan. Namun, mereka mengakui bahwa perjuangan ini penuh dengan tantangan.

Pendampingan korban sering terhambat oleh akses transportasi yang sulit dan jarak yang jauh, terutama di wilayah pedesaan. “Kami sering kali harus menyediakan transportasi sendiri agar korban dapat menghadiri proses hukum,” jelas salah satu paralegal ASB.

Selain itu, dinamika keluarga juga menjadi hambatan signifikan. Banyak keluarga korban yang menghadapi tekanan ekonomi, sehingga mereka tergoda untuk menerima kompensasi finansial dari pelaku dan mencabut laporan. “Kami selalu mengingatkan keluarga untuk tidak terjebak dalam tawaran perdamaian yang merugikan hak korban,” tambahnya.

Proses hukum pun tidak lepas dari masalah. Penyidik sering kali melakukan pemeriksaan yang tidak sesuai prosedur, seperti di ruang terbuka yang dapat memperburuk trauma anak. Pemahaman aparat penegak hukum (APH) terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) juga dinilai masih minim.

Dalam catatannya, ASB menegaskan pentingnya dukungan semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. “Kami tidak dapat memperjuangkan ini sendiri. Setiap tindakan kecil, seperti menghentikan stigma atau mendukung kampanye edukasi tentang UU TPKS, dapat membawa perubahan besar,” tulis ASB.

Melalui tagar #BersamaLindungi, ASB mengajak masyarakat untuk mengedukasi diri mengenai hak-hak korban kekerasan seksual, mendukung korban, dan bergabung dalam perjuangan ini dengan mendukung lembaga-lembaga seperti ASB dan FPL.