Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PKTA
Orangtua AA, siswi SMP di Palembang saat mengintip dari luar ruang persidangan kasus pembunuhan AA di PN Palembang Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Aliansi PKTA Protes Jaksa Tuntut Hukuman Mati bagi Anak 16 Tahun di Palembang



 Berita Baru, Palembang – Seorang anak berusia 16 tahun, IS, dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus penganiayaan dan pemerkosaan anak yang mengakibatkan kematian di Pengadilan Negeri Palembang. Tuntutan tersebut diberikan pada 8 Oktober 2024, terhadap IS yang dianggap sebagai otak dari kejahatan tersebut, bersama dengan tiga anak lainnya yang dituntut hukuman penjara.

Kasus ini mengundang kecaman dari berbagai pihak, termasuk Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA). Menurut Aliansi PKTA, tuntutan pidana mati pada IS melanggar hukum yang berlaku, terutama Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). “Anak yang berkonflik dengan hukum tidak dapat dijatuhi pidana mati atau seumur hidup,” ungkap Aliansi PKTA, dilansir dari laman ICJR pada Kamis (10/10/2024). Mereka merujuk pada Pasal 3 huruf f UU SPPA yang menyatakan bahwa anak berhak untuk tidak dijatuhkan pidana mati atau seumur hidup, dan Pasal 81 ayat (6) yang menjelaskan bahwa pidana maksimal untuk anak dalam kasus seperti ini adalah 10 tahun penjara.

Aliansi PKTA menegaskan bahwa penjatuhan pidana mati pada anak tidak hanya melanggar hukum nasional, tetapi juga berpotensi menciptakan siklus kekerasan yang terus berulang. “Penegakan hukum dalam kasus anak harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak sekadar merespon dengan pembalasan yang keras,” tambahnya. Mereka juga menyinggung kasus Yusman Telaumbanua, di mana pidana mati yang dijatuhkan akhirnya dianulir oleh Mahkamah Agung karena usia Yusman saat kejadian tidak jelas.

Aliansi PKTA terus mendorong aparat penegak hukum untuk tidak terbawa oleh tekanan publik yang menghendaki hukuman lebih keras terhadap anak-anak pelaku kejahatan. Aliansi ini juga mendukung upaya pemulihan bagi keluarga korban, dengan tetap memastikan bahwa anak-anak yang menjadi pelaku mendapat bimbingan yang tepat. “Pemulihan bagi keluarga korban harus dilakukan secara proporsional, dan pelaku anak perlu didorong untuk menyadari kesalahan mereka serta menjalankan proses rehabilitasi,” kata perwakilan Aliansi PKTA.

Mereka menutup dengan seruan agar hukuman mati tidak dijadikan solusi untuk menyelesaikan kasus kekerasan yang melibatkan anak. “Pidana mati bukanlah jawaban untuk memberikan keadilan yang sesungguhnya bagi korban dan keluarganya. Hukum harus dijalankan dengan adil dan bijaksana, terutama saat berhadapan dengan anak-anak.”

Aliansi PKTA, yang merupakan koalisi berbagai organisasi masyarakat sipil di Indonesia, berkomitmen untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan mendorong kemitraan untuk mewujudkan perlindungan yang efektif bagi mereka.