Radio Suara Gresik Dihentikan, Tunggu Izin Pemakaian Frekuensi
Berita Baru, Gresik – Balai monitoring (Balmon) SFR Kelas I Surabaya menghentikan operasi Radio Suara Gresik (RSG) yang berada di komplek Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Pemkab Gresik.
Keputusan penghentian radio milik pemerintah Kabupaten Gresik tersebut dipicu lantaran belum adanya izin stasiun radio (ISR) dan Izin pita spektrum Frekuensi Radio (IPSFR).
Balmon SFR Kelas I Surabaya Ditjen SDPPI Kementerian Kominfo, Adi Nugroho mengatakan bahwa RSG bisa kembali mengudara jika izin dimaksud sudah keluar dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Cuma, sampai saat ini kanal frekuensi untuk RSG tak ada, ” terang Nugroho saat menjadi salah satu nara sumber (narsum) dalam focus group discussion (FGD) dengan tema, ” Kelompok Informasi Masyarakat Pengguna Frekwensi” yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Pemkab Gresik, di Hotel Horisson, GKB, Kamis (18/3).
FGD juga menghadirkan 2 narsum dari Anggota Komisi III DPRD Gresik, Taufiqul Umam ( Fraksi Gerindra), dan Sulisno Irbansyah (Fraksi PDIP), dengan moderator Ketua Komunitas Wartawan Gresik (KWG), M.Syuhud Almanfaluty.
Lebih jauh, Nugroho menjelaskan, semua masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok (lembaga) yang memanfaatkan Frekuensi, harus ada izin, “Kalau tidak harus ditertibkan,” jelasnya.
Seperti diketahui, RSG sendiri selama setahun mengudara menggunakan frekuensi pada gelombang FM 100.4 serta melalui audio streaming.
Dalam kesempatan itu, Anggota Komisi III DPRD Gresik Taufiqul Umam menyatakan, banyak diketemukan masyarakat yang memanfaatkan frekuensi untuk siaran, namun mereka tak tahu bahwa harus berizin.
Kondisi ini bisa disebabkan karena lemahnya sosialisasi kepada masyarakat. Padahal, semangat masyarakat untuk memanfaatkan frekuensi untuk siaran itu juga bisa untuk kepentingan masyarakat, maupun kepentingan organisasi.
Taufiq kemudian mencontohkan, pemancar radio di desa-desa seperti yang dikelola oleha Karangtaruna, anak-anak Ansor dan lainnya.
“Saya kira semangat mereka sangat baik. Untuk kepentingan masyarakat. Untuk kepentingan daerah. Untuk kepentingan pembangunan. Untuk kepentingan organisasi. Namun banyak yang belum tau pemakaian frekuensi itu harus berizin,” ungkapnya.
“Fakta ini bisa disebabkan salah satunya karena lemahnya sosialisasi yang dilakukan oleh instansi terkait,” imbuhnya.
Padahal, lanjut Taufiq, regulasi yang mengatur seperti UU penyiaran Nomor 32 tahun 2002, dan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi sudah lama ada.
“Jadi, regulasinya sudah lama ada. Tapi banyak masyarakat yang belum tau. Hal ini karena lemahnya sosialisasi,” pungkasnya.
Sulis Irbansyah, salah satu peserta berharap agar keberadaan radio-radio di perdesaan, di kecamatan agar dihidupkan kembali. Sebab, keberadaannya sangat bermanfataan untuk menyebarkan informasi masyarakat. Ia mencontohkan Informasi soal jalan rusak, banjir, kelangkaan pupuk, dan lainnya.
“Saya minta bisa dihidupkan kembali karena manfaatnya banyak untuk informasi, sehingga bisa difollowupi. Jika memang ada yang tak berizin harus diberikan informasi, ” pintanya.