Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Muhammad Agus Hanafi, Ketua Yayasan Fajar Nugraha, dalam acara launching buku berjudul Dengan Siapa Penyandang Autis Menua? pada Jumat (4/5).
Muhammad Agus Hanafi, Ketua Yayasan Fajar Nugraha, dalam acara launching buku berjudul Dengan Siapa Penyandang Autis Menua? pada Jumat (4/5).

Fajar Nugraha Boarding School: Menjawab Masa Depan Penyandang Autisme dan Difabel



Berita BaruMelihat kondisi penyandang autisme dan difabel yang demikian kerap dimarjinalkan oleh masyarakat, sebuah terobosan hebat sudah dilakukan oleh Fajar Nugraha Boarding School.

Lembaga tersebut mendirikan asrama bagi para penyandang autisme dan difabel. Mereka diberikan terapi, dididik, bahkan disiapkan secara mental dan keahlian untuk bisa menatap masa depan lebih baik.

Sebagai sekolah autis pertama di Indonesia yang sudah mengabdi selama 27 tahun lebih, Fajar Nugraha Boarding School selalu mengupayakan pendidikan bagi para penyandang autisme dan difabel untuk memiliki skill sehingga bisa berpenghasilan dan mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri.

“Ada banyak pelajaran yang didapatkan, salah satunya adalah tentang isu yang selama ini dihindari oleh para pihak, khususnya para orang tua anak penyandang autis, yaitu dengan siapa para penyandang autis dan para difabel lainnya menua? atau menjalani kehidupannya setelah tua, terutama ketika ayah bundanya sudah tiada?” ujar Muhammad Agus Hanafi, Ketua Yayasan Fajar Nugraha, dalam acara launching buku berjudul Dengan Siapa Penyandang Autis Menua? yang berlangsung di Yogyajarta pada Jumat (4/5).

“Pertanyaan tersebut muncul karena bagi penyandang autis dan difabelitas lainnya, hanya kedua orang tuanya tempat mereka bersandar. Tidak ada saudara, karena semuanya akan menjauh dengan urusannya masing-masing.”

“Pada posisi demikian, ukuran keberhasilan dari pendidikan dan terapi untuk penyandang autis dapat dikatakan berhasil jika mereka memiliki kemampuan untuk menopang kebutuhan hidupnya secara mandiri.”

Dengan konsep seperti itu, Fajar Nugraha memiliki manajemen yang menjadi rule model pendidikan mereka. Pertama, calon siswa di Fajar Nugraha Boarding School memiliki potensi untuk dikembangkan. Beberapa prasyarat minimal, misalnya memiliki kemampuan bina diri dan sosialisasi yang baik.

Kedua, berbatas waktu. Fajar Nugraha Boarding School bukan tujuan, tetapi ruang antara. Oleh karena itu, ketika sudah dianggap memiliki skill untuk menopang kebutuhan hidupnya (berpenghasilan), mereka harus meninggalkan Fajar Nugraha Boarding School.

Ketiga, pendekatan yang dilakukan adalah community engagement approach. Para orang tua, sebagai komunitas, harus tetap terlibat dalam proses pendidikan dan terapi di Fajar Nugraha Boarding School. Setelah proses pendidikan selesai, para penyandang autisme dan difabelitas lainnya tersebut akan kembali ke rumah masing-masing, sehingga para orang tua memiliki kemampuan dan kesiapan untuk menerimanya.