PSHK: Pengesahan Prolegnas Prioritas Sejak 2015-2021 Selalu Terlambat
Berita Baru, Jakarta – Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menilai DPR RI selalu terlambat mengesahkan program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas sejak tahun 2015 hingga 2021.
Dalam siaran persnya, PSHK menyoroti kinerja DPR yang selama satu bulan di tahun 2021 Prolegnas 2021 belum disahkan sampai sekarang.
“Hal ini berdampak pada belum dapat terlaksananya kinerja legislasi DPR dan Pemerintah, padahal ada sejumlah RUU yang menjadi perhatian dan ditunggu-tunggu publik. Keterlambatan tersebut semakin memperpanjang catatan yang serupa dalam beberapa tahun terakhir,” tulis PSHK.
Secara yuridis, menurut PSHK, keterlambatan pengesahan Prolegnas 2021 juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, yang menyebutkan bahwa penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan dilakukan setiap tahun sebelum penetapan RUU tentang APBN.
Menurut PSHK, penetapan RUU tentang APBN sendiri, berdasarkan Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan, sehingga pada akhir Oktober setiap tahunnya RUU APBN sudah harus disahkan.
“Dalam catatan PSHK, pada kurun waktu enam tahun terakhir, hanya satu kali DPR dan Pemerintah mengesahkan Prolegnas sesuai dengan Pasal 20 ayat (6) UU 15/2019, yaitu Prolegnas 2019 yang disahkan pada 31 Oktober 2018. Sedangkan dalam lima tahun lainnya disahkan melebihi waktu, bahkan tiga tahun diantaranya disahkan pada saat tahun berjalan, yaitu pada Prolegnas 2015 disahkan pada 9 Februari 2015, Prolegnas 2016 disahkan pada 26 Januari 2016, dan Prolegnas 2020 disahkan pada 16 Januari 2020,” terang PSHK.
Selayaknya, menurut PSHK, sebuah dokumen perencanaan seharusnya Prolegnas 2021 sudah disahkan sebelum masuk tahun 2021. Bahkan, idealnya Prolegnas sebagai instrumen perencanaan UU, harus selaras dengan dokumen perencanaan lainnya, khususnya dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan APBN 2021.
“Kondisi ini menunjukan adanya ketidakharmonisan antara dokumen perencanaan legislasi dan perencanaan pembangunan. Ketidaksinkronan dokumen perencanaan ini akan berdampak pada tidak efektifnya dukungan pembentukan UU terhadap pembangunan, dan juga penggunaan anggaran di tahun 2021,” pungkas PSHK.