Ketua DPP AGPAII Sebut Ketimpangan Infrastruktur Digital Jadi Kendala PJJ
Berita Baru, Jakarta – Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Guru Pendidik Agama Islam Indonesia (DPP AGPAII) Mahnan Marbawi menyebut, ketimpangan infrastruktur digital dan non-dogital menjadi kendala dalam proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
“Dalam konteks saat ini PJJ kita ini ada yang mengalami apa yang disebut ketimpangan infrastfuktur, infrastruktur digital dan non-digital ketika PJJ. Ketimpangan infrastruktur ini menjadi kendala dalam proses pembelajaran kita saat ini,” kata Mahnan dalam acara Topik C-Talk: Ide Kreatif Implementasi Budaya Sekolah Damai di Masa PJJ, yang diselenggaran Wahid Foundation, Jumat (20/11).
Menurut Mahnan ketimpangan infrastruktur digital dan non-digital adalah jaringan internet yang sering terganggu, kehabisan kuota internet, dan motivasi. Menurutnya, hal ini menjadi persoalan besar sampai kemudian pemerintah menggelontorkan dana bantuan kuota bagi siswa dan termasuk para guru.
Kemudian, Mahnan menyatakan, pandemi Covid-19 mengharuskan pindahnya pusat tempat belajar dari sekolah ke rumah. Hal ini membuat banyak keluhan-keluhan baik dari orang tua siswa, guru, bahkan siswa.
“Kenapa terjadi problem-problem ini, karena persoalan relasi antara kita sebagai guru. Relasi yang menjadi persoalan adalah relasi pembelajaran pada masa PJJ berubah,” ujar Mahnan.
Guru, kata Mahnan, harus mampu membangun relasi dengan siswa. Guru juga harus membangun relasi dengan orang tua sekaligus bagaimana orang tua membangun relasi dengan guru dan relasi dengan siswa atau anak.
Fakta di lapangan yang ditemukan oleh Mahnan, banyak orang tua tidak memiliki kesiapan yang sama dengan orang tua lainnya. Ada banyak orang tua di Jakarta yang mempunyai pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Sehingga, proses PJJ para anak menjadi terhambat.
Mahnan mengajak para guru agar memperhatikan siswa dalam proses PJJ ini. Pertama, kebutuhan siswa, “Kebutuhan-kebutuhan ini dalam konteks kurikulum kan sudah ada pembatasan atau pengurangan-pengurangan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan PJJ,” ujarnya.
Kedua, kondisi. Mahnan berterus terang bahwa ada orang tua siswa yang harus berangkat kerja pagi hari karena kondisi ekonomi. Sehingga, ketika seharusnya anak ini sudah bersiap mengikuti proses PJJ namun, si anak masih tertidur.
Ketiga, pengalaman belajar apa yang harus bisa dialami oleh siswa dalam konteks PJJ dan virtual ini. Keempat, percakapan hidup seperti apa yang diberikan kepada para siswa.
“Kita harus memperhatikan apa materi esensi yang akan diberikan kepada siswa, strategi belajar seperti apa, evaluasinya seperti apa, dan nilai-nilai apa yang akan kita integrasikan, seperti apa yang akan kita sampaikan kepada anak didik kita atau nilai-nilai seperti apa yang harus kita tanamkan,” ucap Mahnan.
Mahnan menyebut yang tidak tergantikan oleh guru sebagai pendidik di era digital saat ini adalah menanamkan nilai, menjadi teladan, personal approach, mendoakan para siswa, dan keikhlasan.
Lebih lanjut, Mahnan mengungkapkan ada enam tanggung jawab sebagai nilai-nilai yang harus ditanamkan kepada para anak didik. Pertama, tanamkan tanggung jawab kepada Allah.
Kedua, tanamkan kepada anak didik tanggung jawab kepada dirinya sendiri. Ketiga, tanamkan kepada anak didik bagaimana mereka punya tanggung jawab kepada orang tua dan masyarakat. Keempat, tanamkan kepada anak didik tanggung jawab kepada lingkungan.
Kelima, tanamkan kepada anak didik tanggung jawab kepada negara untuk mencintai tanah air. Keenam, tanamkan kepada anak didik bagaimana mereka belajar untuk menegakkan keadilan.
“Dan ini memang persoalan-persoalan yang agak perlu didiskusikan secara intensif tapi tujuannya adalah bagaimana pendidikan agama melahirkan manusia-manusia yang humanis dan teosentris,” katanya.